Bisnis.com, JAKARTA – Kekhawatiran investor seputar prospek dukungan kesepakatan Brexit di parlemen Inggris memaksa pergerakan bursa Eropa meluncur dan berakhir di zona merah pada perdagangan Kamis (17/10/2019).
Berdasarkan data Reuters, indeks Stoxx 600 Eropa ditutup turun 0,1 persen setelah sempat menguat 0,9 persen menyusul kabar bahwa Uni Eropa dan Inggris telah mencapai kesepakatan tentang syarat keluarnya Inggris dari blok tersebut (Brexit).
Namun saham-saham domestik dengan fokus pada perusahaan-perusahaan Inggris dan Irlandia, yang dilihat sebagai barometer atas sentimen Brexit, menghapus kenaikannya setelah Partai Serikat Pekerja Demokratik Irlandia Utara (DUP) mengatakan akan memilih menentang kesepakatan tersebut dalam suatu sesi luar biasa pada Sabtu (19/10/2019).
Indeks midcap FTSE pun ditutup naik hanya 0,16 persen, sementara bursa saham Irlandia turun 0,9 persen di tengah keraguan apakah Perdana Menteri Boris Johnson akan dapat memenangkan persetujuan parlemen Inggris untuk kesepakatan yang dimiliki.
"Sayangnya, ini terlalu dini. Saya tidak akan mengambil arahan pada titik ini. Tidak masuk akal untuk mengambil langkah pada nilai tukar pound sterling untuk saat ini,” ujar Michael Bell, Global Market Strategist di JP Morgan.
Nilai tukar pound sterling mengalami pergerakan fluktuatif terhadap dolar AS, sekaligus membawa indeks FTSE 100 London yang berfokus secara internasional bergerak lebih rendah di awal perdagangan. Namun kemudian indeks ini mampu ditutup naik 0,2 persen dengan bantuan dari perusahaan blue-chip.
Sementara itu, indeks CAC 40 Prancis melemah 0,4 persen setelah sempat mencapai level tertinggi baru dalam 12 tahun. Adapun indeks DAX Jerman ditutup turun 0,1 persen, meskipun mendekati level terkuatnya dalam lebih dari setahun, dan indeks saham zona euro turun 0,2 persen.
“Kesepakatan itu harus dilihat sebagai skenario yang lebih baik bagi kedua belah pihak (Inggris dan Uni Eropa) ketimbang tanpa kesepakatan (no deal). Namun Jerman agak terjebak dalam sistem dimana perdagangan global menurun. Ini situasi yang serupa untuk seluruh Eropa,” terang Art Baluszynski, kepala riset di Henderson Rowe.
Pada saat yang sama, kekhawatiran untuk masuk ke dalam resesi terus menghantui Eropa dan tidak semua laporan kinerja keuangan perusahaan terdengar optimistis.
Saham produsen perangkat lunak perbankan asal Swiss Temenos jatuh lebih dari 15 persen, performa harian terburuk dalam lebih dari lima tahun, setelah para pedagang mengatakan laba inti kuartal ketiganya tidak memenuhi ekspektasi.
Meski demikian, saham Nestle menjadi penekan terbesar pada indeks saham acuan karena pertumbuhan penjualan organik merosot pada kuartal ketiga, lebih besar dari pengumuman rencana untuk membeli kembali hingga senilai 20 miliar franc Swiss (US$20,13 miliar) dalam bentuk saham.
Titik cerah datang dari produsen perangkat telekomunikasi asal Swedia Ericsson, yang sahamnya naik 6 persen ke level tertinggi dalam tiga bulan setelah membukukan laba inti kuartalan yang melampaui ekspektasi. Saham Nokia pun naik 2 persen.
“Ada pandangan konsensus tentang Ericsson bahwa mungkin mereka telah kecewa dengan margin yang menahan pelaku pasar,” tutur Mark Taylor, pedagang di Mirabaud.
"Tapi ada banyak permintaan untuk masuk ke dalam tema 5G, dan Ericsson mungkin nama terbesar, paling liquid di Eropa untuk memainkan tema itu.”