Bisnis.com, JAKARTA—Kinerja indeks reksa dana yang menggunakan saham sebagai aset dasarnya tertekan sepanjang bulan lalu mengikuti pelemahan yang terjadi di pasar saham.
Adapun potensi perbaikan kinerja reksa dana saham diperkirakan bakal menyesuaikan dengan strategi yang diambil oleh fund manager dalam menyusun underlying asset di tengah kondisi yang penuh ketidakpastian ini.
Sepanjang Agustus, kinerja indeks reksa dana saham dan campuran terseret ke area negatif, sedangkan indeks reksa dana pendapatan tetap dan pasar uang bertahan di zona hijau.
Berdasarkan data Infovesta Utama, sepanjang bulan lalu kinerja indeks reksa dana saham yang diwakili Infovesta Equity Fund Index tercatat sebesar -2,81%. Pelemahan itu seiring dengan terdepresiasinya IHSG sebesar 0,97% secara bulanan (month-on-month/MoM).
Sementara itu, indeks reksa dana campuran yang tercermin dalam Infovesta Balanced Fund Index tercatat berkinerja -0,89%.
Di sisi lain, indeks reksa dana pendapatan tetap yang tercermin dalam Infovesta Fixed Income Fund Index dan indeks pasar uang yang tercermin dalam Infovesta Morney Market Fund Index bertahan di area positif dengan mencatatkan kinerja masing-masing 0,16% dan 0,46%.
Baca Juga
Adapun mulai Agustus, Infovesta Utama menggunakan metode baru untuk menghitung kinerja indeks reksa dana.
Apabila sebelumnya Infovesta Utama menggunakan rata-rata seluruh reksa dana, kini yang dihitung hanya rata-rata 90% dari populasi reksa dana. Sedangkan sebanyak 5% dari produk reksa dana dengan return tertinggi dan 5% dari produk reksa dana dengan return terendah dikecualikan.
Perubahan metode tersebut dilakukan dengan pertimbangan ada beberapa reksa dana yang kinerjanya tergolong anomali, sehingga dengan metode baru ini dapat mencerminkan kinerja ril dari rata-rata reksa dana.
Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana menjelaskan, meskipun menggunakan metode terbaru ternyata kinerja indeks reksa dana saham masih berada di zona negatif sepanjang bulan lalu. Hal itu seiring dengan melemahnya IHSG sebagai indeks acuannya.
“Bisa diasumsikan bahwa para fund manager ini lebih agresif dan berani mengambil risiko dengan memilih saham-saham yang ternyata ketika terjadi koreksi, jatuhnya cukup dalam,” kata Wawan kepada Bisnis, Senin (2/9/2019).
Lebih lanjut, Wawan menjelaskan, tekanan di pasar saham pada Agustus telah berasal dari memanasnya tensi dagang AS—China serta potensi resesi di Negeri Paman Sam.
Adapun, kekhawatiran pelaku pasar membuat investor melakukan aksi jual (net sell) dalam rangka flight-to-safety yaitu memindahkan aset berisikonya ke instrumen yang lebih aman.
Hal itu tercermin dari keluarnya modal asing (foreign capital outflow) dari pasar saham sebesar Rp8,32 triliun secara bulanan per 2 Agustus 2019.
Sementara dari pasar obligasi, investor asing tercatat net sell senilai Rp11,16 triliun sepanjang bulan lalu.
“Kalau di SUN juga terjadi penjualan oleh asing, tapi lebih karena ada potensi resesi di AS. Mereka profit taking karena sudah naik cukup tinggi untuk SUN dibanding awal tahun karena suku bunga turun,” jelas Wawan.
Selanjutnya, dampak positif pemangkasan suku bunga dari Bank Indonesia pada dua bulan terakhir diperkirakan mulai terasa di pasar saham pada bulan ini atau bulan depan. Dengan inflasi yang masih terjaga, BI lantas diperkirakan masih bisa menurunkan suku bunga sekali lagi menjelang akhir tahun ini.
Adapun, Infovesta Utama telah merevisi turun target IHSG menjadi 6.600 pada tahun ini dari target sebelumnya sebesar 6.800.
Dengan demikian, target kinerja reksa dana saham juga diturunkan menjadi 4%—5% saja dibandingkan dengan target sebelumnya yang sampai 10%.
Di sisi lain, target kinerja indeks reksa dana pendapatan tetap direvisi naik menjadi 9%—10% dari sebelumnya 8% dengan asumsi suku bunga turun sekali lagi.