Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pasar Obligasi Berpotensi Menguat Terbatas, Ini Sentimennya

Pasar obligasi cenderung bergejolak dalam kurun waktu empat hari disebabkan sentimen global yang masih akan memengaruhi pasar obligasi.
Karyawan mencari informasi tentang obligasi di Jakarta, Rabu (17/7/2019)./Bisnis-Abdullah Azzam
Karyawan mencari informasi tentang obligasi di Jakarta, Rabu (17/7/2019)./Bisnis-Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA--Pasar obligasi diproyeksi menguat terbatas akibat kelanjutan negosiasi perang dagang, penurunan suku bunga acuan oleh The Fed dan proyeksi ekonomi dalam anggaran negara pada 2020.

Dikutip dari hasil riset hariannya, Senin (19/8/2019), Direktur Riset Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nico Demus mengatakan pasar obligasi cenderung bergejolak dalam kurun waktu empat hari. Menurutnya gejolak di pasar obligasi sebelumnya disebabkan sentimen global yang masih akan memengaruhi pasar obligasi. Hal itu terlihat dari kepemilikan asing dalam surat berharga negara (SBN) yang menurun secara perlahan.

Dia memproyeksi kondisi yang hampir sama masih akan terjadi hingga hari ini. Adapun, beberapa sentimen yang memengaruhi perdagangan hari ini yaitu pertama, kelanjutan negosiasi terkait perang dagang antara China-AS. Pertemuan pun telah dijadwalkan pada 10 hari ke depan sehingga investor berharap negosiasi ini akan membawa angin segar.

"Pagi ini pasar obligasi diperkirakan akan dibuka menguat dengan potensi menguat terbatas," ujarnya.

Lebih lanjut, dia menuturkan sentimen kedua berasal dari pemangkasan suku bunga oleh The Fed. Menguatnya proyeksi terjadinya resesi meningkatkan spekulasi pemangkasan suku bunga The Fed untuk memperbaiki keadaan. Adapun, pelaku pasar memprediksi ruang penurunan suku bunga sebesar 25 basis poin.

"Sebagian besar para pelaku pasar dan investor memperkirakan bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga sebesar 25 bps sebagai bagian dari pemotongan lanjutan pada bulan July lalu," katanya.

Sementara itu, dari poin-poin proyeksi ekonomi dalam asumsi dasar rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara (RAPBN) 2020 menjadi sentimen positif. Pertama, asumsi pertumbuhan ekonomi diproyeksi sebesar 5,3%.

Kedua, inflasi di level 3,1%. Keempat, kurs rupiah terhadap dolar AS sebesar Rp14.400. Keempat, tingkat suku bunga surat perbendaharaan negara (SPN) 3 bulan di level 5,4%. Kelima, harga minyak mentah Indonesia (ICP) sebesar US$65 per barel. Keenam, target produksi minyak dan gas bumi siap jual atau lifting sebesar 734.000 barel per hari (bph) minyak dan 1,19 juta setara minyak per hari (boepd) gas bumi.

Dengan arah kebijakan fiskal yang ekspansif namun terarah dan terukur, defisit anggaran pada 2020 direncanakan sebesar 1,76% dari PDB, atau sebesar Rp307,2 triliun.

Sementara itu, pendapatan negara dan hibah sebesar Rp2.221,5 triliun, serta Belanja Negara sebesar Rp2.528,8 triliun. Lalu, defisit anggaran dari 2,59% terhadap PDB pada tahun 2015, menjadi sekitar 1,93% pada tahun 2019 dan pada tahun 2020 diturunkan lagi menjadi 1,76%.

Atas pertimbangan tersebut, dia pun merekomendasikan agar investor melakukan wait and see dengan potensi beli.

"Kami merekomendasikan wanti and see dengan potensi beli hari ini," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Ana Noviani

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper