Bisnis.com, JAKARTA – Bank Indonesia mematok kurs tengah hari ini, Kamis (15/8/2019) di level Rp14.296 per dolar AS, melemah 62 poin atau 0,43 persen dari posisi Rp14.234 pada Rabu (14/8/2019).
Kurs jual ditetapkan di Rp14.367 per dolar AS, sedangkan kurs beli berada di Rp14.225 per dolar AS. Selisih antara kurs jual dan kurs beli adalah Rp142.
Adapun berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah di pasar spot terpantau melemah 43 poin atau 0,30 persen ke level Rp14.288 per dolar AS pada pukul 11.09 WIB dari level penutupan perdagangan sebelumnya.
Pada perdagangan Rabu (14/8), rupiah mampu ditutup menguat 0,56 persen atau 80 poin di level Rp14.245 per dolar AS. Mata uang Garuda ini mulai tergelincir dari penguatannya dengan dibuka terdepresiasi 0,18 persen atau 26 poin di level Rp14.271 per dolar AS.
Sepanjang perdagangan pagi ini, rupiah bergerak di kisaran Rp14.271-Rp14.305 per dolar AS.
Mata uang lainnya di Asia mayoritas juga melemah pagi ini, dipimpin peso Filipina yang terdepresiasi 0,36 persen terhadap dolar AS pada pukul 11.08 WIB (lihat tabel).
Pergerakan kurs mata uang di Asia terhadap dolar AS | ||
---|---|---|
Mata uang | Kurs | Pergerakan (persen) |
Peso Filipina | 52,545 | -0,36 |
Rupiah | 14.288 | -0,3 |
Won Korea Selatan | 1.215,11 | -0,21 |
Ringgit Malaysia | 4,1930 | -0,09 |
Dolar Taiwan | 31,395 | -0,09 |
Yuan Onshore China | 7,0281 | -0,05 |
Baht Thailand | 30,847 | -0,02 |
Yuan Offshore China | 7,0412 | +0,17 |
Dolar Singapura | 7,8444 | +0,1 |
Dolar Hong Kong | 7,8394 | +0,07 |
Yen Jepang | 105,88 | +0,03 |
Dilansir dari Bloomberg, nilai tukar won Korea Selatan dan rupiah memimpin pelemahan di antara mata uang emerging market Asia di tengah merosotnya sentimen untuk aset berisiko akibat kekhawatiran resesi ekonomi di Amerika Serikat.
Imbal hasil obligasi AS bertenor 10 tahun turun di bawah imbal hasil dua tahun, untuk pertama kalinya sejak 2007. Ini dikenal sebagai inversi kurva imbal hasil dan dianggap oleh investor sebagai tanda bahwa resesi akan datang.
Inversi, di mana imbal hasil 2 tahun diperdagangkan lebih tinggi daripada imbal hasil 10 tahun, dianggap oleh sebagian analis sebagai tanda bahwa ekonomi AS kemungkinan akan memasuki resesi.
Dalam tanda yang mengkhawatirkan bagi investor, imbal hasil Treasury 10 tahun merosot ke level terendahnya dalam tiga tahun pada perdagangan Asia, sedangkan imbal Treasury 30 tahun menembus di bawah target kebijakan suku bunga Federal Reserve AS yakni 2 persen.
Tanda-tanda ini mendorong investor melepaskan aset-aset berisiko dan memburu aset safe haven, seperti mata uang yen Jepang.
“Sentimen terhadap mata uang Asia secara umum tampak bearish. Tingginya volatilitas imbal hasil Treasury menjalar ke Asia dan mungkin membatasi aliran dana ke wilayah ini,” terang Kota Hirayama, ekonom senior pasar berkembang di SMBC Nikko Securities Inc.
Hampir sepanjang Agustus, popularitas yen terdongkrak faktor-faktor seperti tensi perdagangan AS-China dan prospek pelonggaran moneter lebih lanjut oleh Federal Reserve AS.
Mata uang Negeri Sakura ini memperoleh dorongan lebih lanjut dari memanasnya aksi unjuk rasa di Hong Kong beberapa hari belakangan serta hasil pemilihan pendahuluan di Argentina yang menempatkan pihak oposisi sebagai unggulan.
“Krisis di Argentina tidak berdampak langsung ke mata uang Asia, tetapi membebani sentimen. Negara-negara seperti Indonesia dan Filipina bisa rentan,” tambahnya.
Di sisi lain, indeks dolar Amerika Serikat (AS) yang melacak pergerakan mata uang dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama dunia, terpantau terkoreksi 0,059 poin atau 0,06 persen ke level 97,928 pada pukul 11.00 WIB.
Pada perdagangan Rabu (14/8/2019), pergerakan indeks mampu berakhir di zona hijau dengan kenaikan 0,18 persen atau 0,175 poin di level 97,987, kenaikan hari kedua.
Kurs Transaksi Bank Indonesia (Rupiah) | |
---|---|
Tanggal | Kurs |
15 Agustus | 14.296 |
14 Agustus | 14.234 |
13 Agustus | 14.283 |
12 Agustus | 14.220 |
9 Agustus | 14.195 |
Sumber: Bank Indonesia