Bisnis.com, JAKARTA – Kandungan protein dalam kedelai Brasil dilaporkan turun untuk pertama kalinya dalam empat kali panen pada tahun lalu. Hal tersebut diyakini bakal membebani bisnis sejumlah perusahaan eksportir kedelai Brasil dengan pembeli utama mereka, China.
Penurunan kadar protein di Brasil, pemasok kedelai utama dunia, menyulitkan para eksportir yang dihadapkan pada prospek pembatalan. Opsinya mereka menjual kacang dengan harga diskon atau kontrak lebih ketat yang membutuhkan jaminan kualitas dengan pembeli yang ingin menjamin pembelian kaya nutrisi.
Menurut temuan awal, Marcelo de Oliveira, peneliti di lembaga penelitian pemerintah Embrapa, mengatakan kepada Reuters, kandungan protein dalam tanaman kedelai Brasil 2018 yang dipanen sekitar Januari tahun itu merosot menjadi rata-rata 36,83 persen dari 37,14 persen pada tanaman sebelumnya.
Cesar Borges, Dewan Eksekutif di pengolah makanan Caramuru Alimentos SA, mengatakan dalam sebuah wawancara, perusahaan kedelai harus menolak potensi penjualan ke China minggu ini karena tidak dapat menjamin tingkat protein minimum yang diperlukan oleh importir Cina.
Negeri Panda, yang mengimpor kedelai untuk digunakan dalam pakan ternak, semakin bergantung pada Brasil soal kedelai, setelah mereka terlibat dalam perang dagang dengan AS. China menerapkan tarif balasan terhadap kedelai AS, sebagai tanggapan atas bea masuk AS untuk barang-barang China.
Di sisi lain, kebutuhan impor kedelai Beijing secara keseluruhan menurun karena wabah demam Babi Afrika membunuh jutaan babi.
China juga mengimpor kedelai dari eksportir nomor tiga dunia, yaitu Argentina, meskipun dalam jumlah yang lebih kecil. Camilo Motter, seorang pialang di negara bagian Paraná, Brasil, mengkonfirmasi penurunan kandungan protein ini bisa mengancam Brasil sebagai eksportir utama kedelai China dan menguntungkan kompetitor Argentina.
Menurut National Institute of Agricultural Technology, kandungan protein kedelai Argentina naik menjadi 35,4 persen pada 2019 dari 34,6 persen pada panen sebelumnya, ketika kekeringan merusak kualitas kedelai negara itu
Antonio Pípolo, seorang pejabat di Embrapa, mengatakan, para petani Brasil lebih mementingkan kuantitas daripada kandungan protein atau minyak. Sementara, hal itu tidak mengubah harga yang mereka dapatkan, saat mereka menjualnya ke pengolah atau eksportir.
Industri kedelai AS juga mengalami penurunan kadar protein dalam beberapa tahun terakhir karena para petani mengejar hasil panen yang lebih tinggi. Tren itu membantu Brasil menjadi pemasok kedelai yang lebih besar ke China daripada Amerika Serikat selama dekade terakhir, bahkan sebelum perang perdagangan. China saat ini membeli sekitar 80 persen dari ekspor kedelai Brasil.