Bisnis.com, JAKARTA— PT Vale Indonesia Tbk. menyebut proses negoisasi dengan calon mitra untuk pengembangan smelter perseroan berjalan dengan baik dan diharapkan tuntas pada 1 bulan hingga 2 bulan ke depan.
Di Bahadopi, Sulawesi Tengah, emiten berkode saham INCO itu memiliki rencana pembangunan smelter feronikel. Selanjutnya, Vale Indonesia juga memiliki rencana pembangunan smelter nikel di Pomalaa, Sulawesi Tenggara.
Wakil Presiden Direktur Vale Indonesia Febriany Eddy mengklaim progres negoisasi untuk rencana pengembangan smelter berjalan dengan baik. Menurutnya, hampir seluruh item sudah disepakati.
“Hanya ada beberapa hal yang masih belum disepakati. Bulan ini dan bulan depan ada pertemuan lagi, semoga bisa tuntas dalam 1 bulan—2 bulan ini sehingga bisa segera diumumkan ke pasar setelah persetujuan pemegang saham tentunya,” paparnya.
Berdasarkan catatan Bisnis.com, proyek Bahodopi dan Pomalaa disebut akan menghasilkan produk olahan nikel kelas satu. Produk tersebut berbeda dengan nickel matte yang biasa diproduksi Vale Indonesia melalui pabrik di Sorowako, Sulawasi Selatan.
Nickel matte hanya digunakan untuk industri baja anti karat stainless steel. Adapun, nikel kelas satu merupakan bahan baku produk premium seperti baterai listrik untuk electronic vehicle (EV).
Baca Juga
Sebelumnya, Head of Investor Relations and Treasury Vale Indonesia Adi Susatio menyebut Vale Indonesia telah memiliki rencana ke depan. INCO memiliki dua proyek green field Bahadopi, Sulawesi Tengah dan Pomalaa, Sulawesi Tenggara.
“Proyek di Bahadopi untuk nickel iron pig sedangan di Pomalaa untuk produksi bahan baku baterai mobil,” ujarnya kepada Bisnis.com baru-baru ini.
Selain itu, sambungnya, INCO juga memiliki rencana di Sorowako. Vale Indonesia akan menaikkan kapasitas menjadi 90.000 ton nikel dalam matte pada 2022.
Berdasarkan catatan Bisnis.com, Vale Indonesia menganggarkan belanja modal US$165 juta pada 2019. Rencana itu naik dua kali lipat dari US$83 juta pada 2018.
Vale Indonesia akan menggunakan kas internal sebagai sumber pendanaan belanja modal 2019. Pasalnya, INCO mampu menghasilkan laba sekitar US$60 juta pada 2018.