Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pasar Wait and See, Minyak Bergerak Terbatas

Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Senin (8/7/2019) hingga pukul 11.56 WIB, harga minyak jenis WTI untuk kontrak Agustus 2019 di bursa Nymex bergerak menguat tipis 0,14% menjadi US$57,59 per barel.

Bisnis.com, JAKARTA - Penguatan minyak mentah tertahan seiring dengan meningkatnya ketegangan di Timur Tenah sehingga membuat investor waspada.

Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Senin (8/7/2019) hingga pukul 11.56 WIB, harga minyak jenis WTI untuk kontrak Agustus 2019 di bursa Nymex bergerak menguat tipis 0,14% menjadi US$57,59 per barel.

Sementara itu, harga minyak jenis Brent untuk kontrak September 2019 di bursa ICE bergerak menguat tipis 0,06% menjadi US$64,27 per barel.

Kepala Ekonom Japan Oil, Gas, and Metals National Corp Takayuki Nogami mengatakan bahwa minyak dibayangi sentimen meningkatnya kekhawatiran pasar akan kemungkinan terjadinya bentrokan secara tidak sengaja di Timur Tengah, wilayah produsen minyak mentah berkumpul.

Negara-negara Eropa tengah mendesak Iran untuk membatalkan keputusannya untuk melanggar perjanjian nuklir 2015 terkait dengan tingkat pembatasan pengayaan uranium.

Dengan perjanjian nuklir Iran dalam bahaya, Presiden Prancis Emmanuel Macron berusaha mencari solusi diplomatik. Pada Sabtu malam (6/7/2019), Prancis dan Iran sepakat untuk melanjutkan pembicaraan nuklir pada pertengahan Juli.

Di sisi lain, Sekretaris Negara AS Michael Pompeo mengatakan melalui akun resmi tiwtternya pada Minggu (7/7) bahwa perluasan terbaru terkait program nuklir Iran akan mengarah pada isolasi dan sanksi minyak lebih lanjut.

Sementara itu, ketegangan di Timur Tengah tetap tinggi setelah pasukan Inggris menyita sebuah kapal tanker minyak Iran di dekat Gibraltar pada pekan lalu.

"Akibatnya investor mengambil pendekatan wait and see, yang juga didorong oleh meredanya euforia dibukanya kembali perundingan perdagangan AS dan China," ujar Takayuki seperti dikutip dari Bloomberg, Senin (8/7/2019).

Investor mulai berpikir bahwa kembalinya AS dan China ke meja perundingan tidak serta merta akan langsung membawa pertumbuhan permintaan minyak mentah.

Pemerintah AS pun sesungguhnya telah memperingatkan bahwa kedua negara membutuhkan beberapa waktu untuk mencapai kesepakatan.

Kendati demikian, AS dan China belum memberikan kerangka waktu yang jelas terkait dengan waktu negosiasi dan tenggat waktu untuk mencapai kesepakatan.

Analis PT Monex Investindo Futures Ahmad mengatakan bahwa meski terlihat pergerakan yang cenderung terbatas, minyak mentah masih memiliki potensi untuk berbalik menguat.

Keputusan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) untuk memperpanjang pembatasan produksi 9 bulan lagi menunjukkan betapa prihatinnya kelompok tersebut terhadap tingkat permintaan.

Pemangkasan produksi dinilai akan membantu menstabilkan pasar dan mendukung harga karena ketidakpastian perdagangan yang masih membayangi pasar.

"Harga minyak berpotensi bergerak naik menguji level resisten di US$57,85 per barel, dan penembusan level resisten tersebut berpeluang menopang kenaikan harga minyak menguji level resisten selanjutnya di US$58,10 per barel dan US$58,45 per barel," ujar Ahmad seperti dikutip dari publikasi risetnya, Senin (8/7/2019).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Finna U. Ulfah
Editor : Ana Noviani
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper