Bisnis.com, JAKARTA - Rebound pasokan seng di China telah membatasi daya tarik logam yang diperdagangkan di bursa London Metal Exchange sehingga memperpanjang laju koreksi yang dialami seng dalam beberapa perdagangan terakhir.
Berdasarkan data Bloomberg, harga seng di bursa LME telah turun 7 pekan berturut-turut, menjadi penurunan beruntun terpanjang sejak akhir 2015. Pada penutupan perdagangan pekan lalu, Jumat (21/6/2019), harga seng diperdagangkan pada level US$2.433 per ton, melemah 1,42% atau 35 poin.
Analis Bloomberg Intelligence Andrew Cosgrove mengatakan bahwa penurunan harga diakibatkan pasokan seng mulai kembali pulih sehingga meredakan kekhawatiran pasar adanya tekanan pasokan.
Tercatat, produksi seng China untuk periode Mei berhasil naik 7,4% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Adapun, persediaan yang dilacak oleh Shanghai Futures Exchange juga naik pada pekan ini ke level tertinggi dalam 2 bulan terakhir.
"Impor oleh China diprediksi akan naik pada Juli dibandingkan dengan bulan sebelumnya, tetapi insentif untuk mendatangkan lebih banyak dari luar negeri mungkin tidak lama," ujar Andres seperti dikutip dari Bloomberg, Senin (24/6/2019).
Walaupun demikian, seng tidak mampu membalikkan posisi meskipun dolar AS tengah bergerak melemah akibat proyeksi pemangkasan suku bunga acuan oleh The Fed dalam waktu dekat.
Baca Juga
Dolar AS yang melemah akan membuat seng yang diperdagangkan dengan greenback menjadi lebih murah bagi investor dengan mata uang lainnya. Terpantau, indeks dolar As yang mengukur kekuatan greenback di hadapan sekeranjang mata uang mayor masih bergerak melemah 0,13% menjadi 96,092.