Bisnis.com,JAKARTA— PT Bayan Resources Tbk. mempertahankan target pendapatan US$1,8 milar di tengah tren penurunan harga yang masih melanda komoditas batu bara.
Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menunjukkan harga batu bara acuan (HBA) berada di level US$81,48 per ton pada Juni 2019. Posisi itu lebih rendah dari US$81,86 per ton pada Mei 2019.
HBA terbentuk dari empat indeks yakni Indonesia Coal Index (ICI), Newcastle Export Index (NEX), Global Coal Newcastle Index (GCNC), dan Platts 5900 dengan bobot masing-masing 25%.
Direktur Bayan Resources Jenny Quantero mengatakan HBA saat ini masih di atas target yang di pasang perseroan. Dengan demikian, kondisi itu tidak mempengaruhi kinerja keuangan.
“[Bayan Resources] tidak akan melakukan revisi apapun,” ujarnya di Jakarta, Rabu (19/6/2019).
Jenny mengatakan perseroan mengincar pendapatan US$1,5 miliar hingga US$1,8 miliar pada 2019. Artinya, nilai yang dibidik naik hingga 7,78% dari realisasi 2018.
Baca Juga
Emiten berkode saham BYAN itu mengantongi pendapatan US$1,67 miliar pada 2018. Realisasi itu naik 57,09% dari US$1,06 miliar pada 2017.
Sementara itu, dia menyebut volume produksi berada di kisaran 32 juta MT hingga 36 juta MT. Harga jual rata-rata diperkirakan US$46 per MT hingga US$48 per MT.
Sampai dengan kuartal I/2019, volume produksi batu bara perseroan mencapai 7,5 juta MT. Realisasi itu lebih rendah dari proyeksi 9,1 juta MT.
Dari situ, volume penjualan tercatat sebanyak 7,3 juta MT. Posisi tersebut juga lebih rendah dari anggaran 10 juta MT.
Kendati demikian, harga jual rata-rata perseroan tercatat US$50,1 per MT. Nilai itu lebih tinggi dari anggaran US$46,8 MT.
Dari situ, BYAN melaporkan pendapatan US$365,41 juta pada kuartal I/2019. Realisasi itu turun 10,44% dari US$408,00 juta pada kuartal I/2018.
Sebaliknya, beban pokok pendapatan BYAN itu naik 5,54% secara tahunan. Jumlah yang dikeluarkan naik dari US$200,83 juta pada kuartal I/2018 menjadi US$211,96 per kuartal I/2019.
Dari situ, laba bruto yang dibukukan perseroan senilai US$153,45 juta per 31 Maret 2019. Posisi itu turun 25,93% dibandingkan dengan US$207,16 juta pada periode yang sama tahun lalu.
Beban penjualan perseroan tercatat naik signifikan pada kuartal I/2019. Pasalnya, pos tersebut naik 36,79% dari US$25,74 juta pada kuartal I/2018 menjadi US$35,21 juta.
Dengan demikian, BYAN membukukan laba bersih US$84,23 juta pada kuartal I/2019. Pencapaian tersebut turun 30,85% dari US$121,81 juta pada kuartal I/2018.
Jenny menjelaskan bahwa kinerja kuartal I/2019 dipengaruhi oleh sejumlah faktor. Salah satunya faktor cuaca di mana terjadi musim kemarau panjang.
Kondisi itu, lanjut dia, mempengaruhi batu bara yang akan keluar dari melalui tongkang dari sungai-sungai.
“Ke depannya bisa di catch up lagi,” imbuhnya.
Pada 2019, Jenny menyebut perseroan menganggarkan belanja modal US$100 juta hingga US$130 juta. Produsen batu bara itu akan menggunakan sumber dana yang berasal dari internal.
“Tidak ada emisi surat utang,” tuturnya.
Dia mengungkapkan perseroan telah merealisasikan belanja modal US$11,1 juta sampai dengan kuartal I/2019. Jumlah itu masih lebih rendah dari anggaran perseroan US$48,3 juta sepanjang Januari 2019—Maret 2019.