Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Banjir Sulawesi Ancam Rantai Pasokan, Harga Nikel Lanjutkan Penguatan

Nikel lanjutkan penguatan pada perdagangan Senin (17/6/2019) karena banjir di Sulawesi yang telah berdampak di beberapa tambang nikel memicu kekhawatiran pasar bahwa rantai pasokan akan terkontraksi.
/Ilustrasi
/Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA - Nikel lanjutkan penguatan pada perdagangan Senin (17/6/2019) karena banjir di Sulawesi yang telah berdampak di beberapa tambang nikel memicu kekhawatiran pasar bahwa rantai pasokan akan terkontraksi.

Pada perdagangan Senin (17/6/2019), harga nikel di bursa London bergerak menguat 0,9% menjadi US$11.975 per ton, melanjutkan penguatannya dari sesi perdagangan sebelumnya dan mencapai level tertingginya dalam dua pekan terakhir.

Seperti dilansir dari Reuters, Sekertaris Jenderal Asosiasi Penambang Nikel Indonesia Meidy Katrin Lengkey mengatakan bahwa banjir yang meluas hingga ke wilayah pertambangan nikel di Sulawesi telah menghentikan operasional  beberapa tambang nikel.

"Sejumlah tambang belum dapat beroperasi dalam dua pekan terakhir," ujar Meidy seperti dikutip dari Reuters, Senin (17/6/2019).

Dia mengatakan, setidaknya 15 penambang hingga 20 penambang dengan kapasitas produksi sekitar 50.000 ton hingga 100.000 ton bijih nikel setiap bulannya telah terpengaruh dari banjir.

Adapun, bencana alam tersebut memicu kekhawatiran pasar terhadap gangguan pasokan nikel, mengingat Indonesia merupakan salah satu produsen nikel terbesar di dunia dan pengekspor utama nikel serta sumber pasokan utama untuk industri baja nirkarat China.

Di sisi lain, dari sisi permintaan, China sebagai negara konsumen logam terbesar di dunia semakin menunjukkan lebih banyak tanda-tanda adanya perlambatan ekonominya seiring dengan AS yang meningkatkan tekanan perdagangan.

Pertumbuhan hasil industri China secara tak terduga melambat ke level terendah sejak 17 tahun lalu bersamaan dengan rilis data investasi yang juga melemah. Hal tersebut memperkuat kekhawatiran pasar adanya perlambatan ekonomi China sehingga akan mempengaruhi tingkat permintaan logam.

Data-data tersebut juga menggarisbawahi diperlukan lebih banyak stimulus bagi pasar oleh pemerintah China untuk membantu meningkatkan permintaan.

Analis Argonaut Securites Helen Lau mengatakan bahwa terlepas dari dampak negatif dari perselisihan AS danChina yang berkepanjangan, pemerintah China telah menunjukkan upaya untuk merangsang pertumbuhan ekonominya.

"Ada kemungkinan bahwa China sedang mempersiapkan kasus terburuk, yaitu perang dagang AS-China terus tereskalasi, dengan mempersiapkan lebih banyak stimulus bagi pasar," ujar Helen dalam risetnya seperti dikutip dari Reuters, (Senin (17/6/2019).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Finna U. Ulfah
Editor : Riendy Astria

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper