Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah China memangkas kepemilikan obligasi Treasury Amerika Serikat ke level terendah sejak 2017 pada bulan Maret, di tengah perselisihan perdagangan antara dua negara ekonomi terbesar dunia tersebut.
Dilansir Bloomberg, meskipun China hanya memangkas kepemilikan sebesar US$10,4 miliar, yang merupakan penurunan pertama sejak November, angka tersebut cukup untuk membawa kepemilikan obligasi ke posisi terendah dua tahun di level US$1,12 triliun, menurut data Departemen Keuangan AS yang dirilis Rabu.
China memiliki lebih banyak obligasi pemerintah AS daripada negara asing mana pun, dan pemangkasan kepemilikan tersebut dipandang oleh sebagian orang sebagai opsi tak biasa – meskipun bukan pilihan yang baru – dalam negosiasi perdagangan yang semakin buruk.
Pasar obligasi tersentak tahun lalu ketika pejabat China merekomendasikan perlambatan atau menghentikan pembelian obligasi.
Data ini mendahului pendalaman baru-baru ini dari perang perdagangan antara AS dan China yang mengguncang pasar keuangan dan membuat bayangan atas ekonomi global.
Kedua belah pihak mengenakan tarif impor baru satu sama lain bulan ini. Konflik yang meningkat telah memicu spekulasi bahwa China dapat beralih ke instrumen lain sebagai leverage, seperti menjual aset AS meskipun opsi tersebut sering dianggap tidak mungkin.
Porsi China pada kepemilikan asing surat hutang AS turun untuk bulan kesembilan berturut-turut di bulan Maret menjadi 17,3 persen dari total, tingkat terendah sejak Juni 2006. Jepang tetap menjadi pemegang terbesar kedua, dengan US$1,08 triliun pada bulan Maret, naik dari US$1,07 triliun di bulan Februari .
Kepemilikan China turun bahkan ketika kepemilikan asing atas utang AS naik ke rekor tertinggi US$6,47 triliun, dengan investor luar negeri membeli US$88 miliar pada Maret, lebih tinggi dari bulan mana pun sejak September 2011.
Kenaikan tersebut bertepatan dengan penurunan imbal hasil Treasury, dengan patokan imbal hasil obligasi pemeirntah bertenor 10 tahun menyentuh level rendah 2019 di 2,34 persen pada Maret.
"Dengan melihat ke belakang, ingat bahwa beberapa permintaan asing dapat memperburuk reli besar pada kuartal I," tulis analis BMO Capital Markets Jon Hill dalam sebuah catatan.