Bisnis.com, JAKARTA - Perusahaan raksasa produsen aluminium asal Rusia, United Company Rusal mencatatkan penurunan laba bersih sekitar 44% pada kuartal I/2019 sebagai imbas dari sanksi AS dan harga aluminium yang lebih rendah.
Berdasarkan keterengan resmi Rusal kepada Bursa Hongkong, perusahaan yang didirikan oleh taipan Rusia, Oleg Deripaska, mencatatkan penurunan pendapatan berulang menjadi US$300 juta pada kuartal I/2019 dibandingkan dengan US$531 juta pada periode yang sama tahun lalu.
Selain itu, pendapatan Rusal juga menurun sekitar 21% menjadi US$2,17 miliar yang dinilai disebabkan oleh harga aluminium global yang lebih rendah sepanjang kuartal I/2019.
Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Selasa (14/5/2019) hingga pukul 14.00 WIB, harga aluminium di bursa Shanghai bergerak menguat tipis 0,07% menjadi 14.205 yuan per ton.
Sementara itu, pada penutupan perdagangan Senin (13/5/2019), harga aluminium di bursa London menguat 0,06% menjadi US$1.809 per ton. Sepanjang kuartal I/ 2019 aluminium telah bergerak menguat 3,58%.
CEO Rusal Evgenii Nikitin mengatakan bahwa dalam beberapa bulan mendatang, Rusal akan fokus pada pemulihan posisi pasarnya pasca pencabutan sanksi oleh AS, termasuk pangsa produk bernilai tambah.
Baca Juga
"Produk tersebut nantinya akan menjadi vital karena ketidakpastian pergerakan harga aluminium global dan berlanjutnya ketegangan AS dan China," ujar Evgenii seperti dikutip dari Reuters, Selasa (14/5/2019).
Seperti yang diketahui, AS memberikan sanksi pada Rusal, produsen aluminium terbesar di dunia selain China, pada April 2018 sebagai salah satu upaya membekukan aset milik Oleg Deripaska.
Namun, AS telah mencabut sanksi tersebut pada akhir Januari tahun ini setelah negosiasi dan perubahan struktur organisasi perusahaan, melepaskan Oleg Deripaskan dari kendali perusahaan.
Sementara itu, pada April, perusahaan telah menandai output aluminium yang lebih lemah dan penjualan produk bernilai tambah untuk kuartal tersebut, karena sanksi AS yang mempengaruhi beberapa kontraknya.