Bisnis.com, JAKARTA - Kekhawatiran pasar terkait dengan ekskalasi perang dagang AS dan China tampaknya akan terjadi. Meski negosiasi perdagangan masih berlangsung, AS telah memberlakukan kembali kenaikan tarif impor China.
Pemerintahan AS telah resmi memberlakukan kenaikan tarif impor sebesar 25% dari semula sebesar 10% untuk barang-barang China senilai US$200 miliar.
Tarif baru dikenakan pada lebih dari 5.700 kategori produk yang berbeda asal China, mulai dari sayur-sayuran olahan hingga lampu Natal dan kursi tinggi untuk bayi.
Keputusan Trump tersebut diambil di tengah berlangsungnya pembicaraan lanjutan antara kedua negara di Washington, AS yang dilaksanakan pada 9 Mei - 10 Mei 2019.
Adapun, dua negara dengan ekonomi terbesar di dunia tersebut sudah melakukan serangkaian negosiasi untuk menyelesaikan perang dagang yang berlangsung sejak hampir setahun lalu.
Namun hingga kini, belum ada kata sepakat antara kedua negara atas solusi yang menguntungkan masing-masing pihak.
Baca Juga
Direktur Utama PT Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan bahwa sesungguhnya China telah mempersiapkan strategi jika AS tetap menerapkan kenaikan tarif impor untuk barang-barang China.
"China sudah melakukan kerja sama ekonomi dengan Uni Eropa, Rusia dan Amerika Latin," papar Ibrhaim kepada Bisnis.com.
Dia mengatakan ekskalasi perang dagang akan akan berdampak pada komoditas berjenis hard commodity dan komoditas agrikultur seluruh dunia.
Sementara itu, dia menilai Indonesia memiliki potensi kebanjiran impor dari China terutama besi baja, barang elektronik, dan garmen ketika tarif tersebut dinaikkan.
Untuk komoditas batu bara, timah, dan CPO dari Indonesia, ekskalasi perang dagang akan berdampak pada penurunan permintaan.
Hal tersebut dikarenakan efek ekskalasi perang dagang juga akan merembet ke negara berkembang, termasuk Indonesia, karena poros bisnis masih berasal dari China dan AS sehingga akan mengganggu ekspor dan impor negara berkembang.
Menanggapi kenaikan tarif AS, Kementerian Perdagangan China mengatakan bakal melakukan kebijakan balasan yang diperlukan. Namun, tidak dijelaskan kebijakan apa yang mereka maksud.
"Kami berharap Amerika Serikat akan menemui kami untuk mencari jalan tengah, dan bekerja bersama kami untuk menyelesaikan masalah yang ada melalui kerja sama dan negosiasi," mengutip keterangan resmi Kementerian Perdagangan China seperti dilansir dari Bloomberg, Jumat (10/5/2019).
Delegasi Tiongkok yang dipimpin oleh negosiator perdagangan utama Beijing, Wakil Perdana Menteri China Liu He, tiba di Washington pada hari Kamis untuk pembicaraan perdagangan putaran terakhir.
Liu mengatakan bahwa China percaya menaikkan tarif bukan solusi untuk masalah dan berbahaya bagi China, Amerika Serikat dan seluruh dunia.
Langkah mengejutkan Trump untuk meningkatkan tarif tersebut mengejutkan pasar. Para importir hanya menerima pemberitahuan dalam jangka waktu lima hari tentang naiknya penalti secara tiba-tiba.
Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump mengaku mendapat surat dari Presiden China Xi Jinping dan memberi harapan bahwa damai dagang masih dapat terwujud.
"Beliau menulis surat yang indah kepada saya. Saya baru menerimanya, dan mungkin saya akan menghubungi beliau via telepon," ujar Trump, seperti dikutip dari Reuters.
Adapun, salah satu isi surat tersebut adalah ajakan untuk bekerja sama untuk mencapai kesepakatan yang positif.