Kurs Tengah Melemah 1 Poin, Mata Uang di Asia Bergerak Variatif

Kurs jual ditetapkan di Rp14.381per dolar AS, sedangkan kurs beli berada di Rp14.237 per dolar AS. Selisih antara kurs jual dan kurs beli adalah Rp144.

Aprianto Cahyo Nugroho - Bisnis.com

Selasa, 7 Mei 2019 | 11:36

Karyawan menghitung uang rupiah di sebuah money changer di Jakarta, Selasa (4/9/2018)./Reuters-Willy Kurniawan

Bisnis.com, JAKARTA – Bank Indonesia mematok kurs tengah hari ini, Selasa (7/5/2019) di level Rp14.309 per dolar AS, melemah hanya 1 poin atau 0,01 persen dari posisi Rp14.308 pada Senin (6/5).

Kurs jual ditetapkan di Rp14.381per dolar AS, sedangkan kurs beli berada di Rp14.237 per dolar AS. Selisih antara kurs jual dan kurs beli adalah Rp144.

Adapun berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah di pasar spot terpantau melemah 66 poin atau 0,46 persen ke level Rp14.331 per dolar AS pada pukul 10.05 WIB.

Sebelumnya, nilai tukar rupiah dibuka dengan penguatan 5 poin atau 0,03 persen ke level Rp14.293 per dolar AS, setelah pada akhir perdagangan Senin (6/5) ditutup melemah 32 poin atau 0,22 persen ke level Rp14.298 per dolar AS.

Sepanjang perdagangan pagi ini, kurs rupiah bergerak di kisaran Rp14.293-Rp14.311 per dolar AS.

Rupiah melemah di saat mata uang lainnya di Asia cenderung bergerak variatif terhadap dolar AS, dengan penguatan dipimpin won Korea Selatan yang menguat 0,17 persen, sedangkan yuan China melemah paling signifikan sebesar 0,29 persen.

Sementara itu, pergerakan indeks dolar Amerika Serikat (AS) yang mengukur kekuatan mata uang dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama dunia, pagi ini terpantau melemah 0,08 persen atau 0,08 poin ke level 97,435 pada pukul 11.06 WIB.

Pergerakan indeks dolar sebelumnya di zona hijau dengan penguatan 0,02 persen atau 0,022 poin ke level 97,537, setelah pada perdagangan Senin (6/5) ditutup melemah 0,01 persen atau 0,005 poin ke level 97,515.

Sepanjang perdagangan pagi ini, indeks dolar AS bergerak di level 97,543 – 97,537.

Dilansir Reuters, dolar AS masih bergerak pada kisaran ketat, setelah kekhawatiran tentang ketegangan perdagangan AS-China menghidupkan kembali kekhawatiran tentang prospek pertumbuhan global.

"Dari perspektif China, putusnya negosiasi tidak benar-benar menguntungkan bagi ekonomi domestik. Saya pikir mereka ingin mendapatkan kesepakatan satu atau lain cara," kata Yukio Ishizuki, analis valas senior di Daiwa Securities, seperti dikutip Reuters.

Sementara ada pembicaraan bahwa Washington dan Beijing mungkin mencapai kesepakatan perdagangan minggu ini, kemungkinan negosiasi akan memakan waktu lebih lama, tambahnya.