Bisnis.com, JAKARTA - Tembaga kembali bergerak lebih tinggi pada penutupan perdagangan pekan lalu, Jumat (26/4/2019), didorong oleh pelemahan dolar AS dan harapan pertemuan anatara AS dan China dapat membantu meredakan ketegangan perdagangan.
Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Jumat (26/4/2019) tembaga di bursa London ditutup menguat 0,55% menjadi US$6.400 per ton.
Analis Capital Economics Ross Strachan mengatakan bahwa logam yang digunakan dalam daya dan konstruksi tertekan sepanjang pekan lalu dan mencapai level terendah sejak 28 Maret pada perdagangan Kamis (25/4/2019) di tengah penguatan dolar AS yang menguat dan kekhawatiran atas prospek ekonomi global.
"Dolar telah bergerak cukup kuat akhir-akhir ini, dan cukup menyeret turun harga tembaga, saat ini pergerakan dolar AS telah berbalik sedikit," ujar Ross seperti dikutip dari Reuters, Minggu (28/4/2019).
Adapun, indeks dolar AS yang mengukur kekuatan greenback di hadapan beberapa mata uang mayor bergerak melemah 0,20% menjadi 98,0, tetapi masih mendekati level tertinggi dalam 2 tahun terakhir.
Greenback yang lebih lemah membuat logam berdenominasi dolar lebih murah untuk pembeli dengan mata uang lainnya.
Ross menambahkan sebagian besar pasar logam mempertimbangkan penyelesaian konflik perdagangan antara dua negara dengan ekonomi terbesar di dunia yang telah berlangsung lama.
"Kami percaya harga akan mengalami kenaikan terbatas dalam beberapa minggu mendatang dengan kesepakatan perdagangan AS-China akhirnya tercapai karena kekhawatiran terhadap pertumbuhan global terus berlanjut," tulis Fitch Solutions dalam sebuah laporan.
Di sisi lain, perusahan keuangan Citigroup dalam laporan kuartalannya memproyeksikan jalur bullish untuk harga tembaga.
Citigroup memprediksi tembaga akan mencapai US$7.000 per ton dalam kurun waktu 3 bulan mendatang.
Tidak hanya itu, Citigroup juga menaikkan proyeksi rata-rata harga tembaga untuk sepanjang 2019 menjadi US$6.705 per ton dari proyeksi sebelumnya sebesar US$6.575 per ton.
"Tembaga memiliki jalur bullish, seiring dengan sinyal adanya pertumbuhan ekonomi China dan angka permintaan yang rebound. Perkembangan negosiasi perdagangan AS dan China juga menambahkan sentimen tembaga untuk naik," tulis Citigroup seperti dikutip dari laporannya, Minggu (28/4/2019).