Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Peternak China Panik Demam Babi, Harga Babi di Kontrak Berjangka Menanjak

Sebagian besar peternakan babi di China memilih untuk tidak mengisi kembali peternakannya karena virus babi yang mematikan terus menyebar di China yang merupakan pasar daging babi terbesar di dunia.
Peternakan babi/Istimewa
Peternakan babi/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA — Sebagian besar peternakan babi di China memilih untuk tidak mengisi kembali peternakannya karena virus babi yang mematikan terus menyebar di China yang merupakan pasar daging babi terbesar di dunia. 

Menurut data Kementerian Pertanian China, lebih dari 80% pertanian memutuskan untuk tidak mengisi kembali peternakan setelah memusnahkan ternak babinya akibat wabah demam babi Afrika. 

Wakil Direktur Biro Departemen Peternakan dan Layanan Kesehatan Hewan China Wang Junxun mengatakan bahwa China belum pernah mengalami kepanikan dari peternak seperti ini sebelumnya. 

"Tidak pernah ada kepanikan di peternakan seperti ini sebelumnya," tegas Wang Junxun seperti dikutip dari Bloomberg, Senin (22/4/2019). 

Wabah demam babi Afrika telah dikonfirmasi tersebar di 6 peternakan di Hainan, salah satu provinsi di ujung selatan China. 

Virus tersebut telah menyebar hampir di seluruh negara sejak pertama kali dilaporkan pada Agustus 2018. Sejak saat itu, lebih dari satu juta ekor babi dimusnahkan. Akibatnya, China sebagai negara yang memproduksi sekitar setengah dari babi dunia telah mengalami penurunan jumlah babi terbesar selama beberapa bulan terakhir. 

Wang mengatakan, jika kepercayaan di antara peternak untuk mengisi kembali peternakannya gagal pulih, hal tersebut akan merugikan konsumen. Pasokan daging babi bisa mulai langka dan harga akan mencapai rekor di paruh kedua tahun ini, dan bahkan akan berlanjut hingga 2020. 

Pada perdagangan berjangka, harga komoditas babi di bursa CME pada penutupan perdagangan pekan lalu, Kamis (18/4/2019), ditutup menguat 0,65% menjadi US$96,75 per pon dan telah bergerak naik 47,93% sepanjang tahun berjalan. 

Adapun, kawanan babi yang produktif di negara panda tersebut telah merosot 21% secara year on year pada Maret 2019, melanjutkan penurunan sebesar 19% pada Februari 2019. 

Selain menyebabkan lonjakan harga daging babi, epidemi ini juga dapat memangkas permintaan kedelai sebagai bahan pakan ternak, di mana China adalah importir terbesar dunia untuk komoditas tersebut. 

Virus Babi ini juga telah menyebabkan inflasi China untuk Maret meroket ke level tertingginya dalam lima bulan terakhir. Indeks harga konsumen pada Maret meningkat 2,3% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. 

Sementara itu, inflasi bahan makanan Maret 2019 mencapai 4,1%, melonjak tajam dibandingkan dengan Februari 2019 sebesar 0,7%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Finna U. Ulfah
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper