Bisnis.com, JAKARTA – Investor asing membanjiri pasar modal Indonesia dan ramai-ramai memborong saham nasional menjelang perhelatan Pilpres 2019 pada 17 April mendatang.
Aksi beli bersih (net buy) saham oleh investor asing mengalir deras tujuh hari berturut-turut hingga perdagangan Kamis (11/4/2019), ketika penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mendorong sentimen investor.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), investor asing membukukan aksi beli bersih atau net buy senilai sekitar Rp546,80 miliar pada perdagangan Kamis, sedangkan rupiah berhasil ditutup menguat seiring dengan melemahnya indeks dolar AS.
Rangkaian aksi beli bersih tersebut adalah yang terpanjang sejak Januari 2019. Tahun ini saja, investor asing telah membukukan pembelian senilai lebih dari US$1 miliar untuk saham-saham nasional. Menurut data Bloomberg, raihan ini adalah yang terbesar di Asia Tenggara.
“Modal asing telah mengalir kembali ke dalam pasar setelah musim laporan keuangan kuartal keempat yang relatif kuat dan kemungkinan didukung oleh kenaikan obligasi,” ujar analis CGS-CIMB Erwan Teguh dalam laporan tanggal 10 April.
“Agenda pemilihan presiden yang akan datang tampaknya tidak memunculkan banyak kegelisahan,” tambah Erwan, seperti dikutip Bloomberg.
Menurut Erwan, properti dan konstruksi menjadi sektor-sektor favorit berdasarkan pembelian bersih oleh seluruh investor.
Jemmy Paul, CEO PT Sucorinvest Asset Management, sebelumnya menilai pengembangan infrastuktur di Tanah Air akan terus berlanjut terlepas dari apakah petahana Presiden Joko Widodo atau penantangnya, Prabowo Subianto, yang akan memenangkan hasil pilpres.
Pergerakan indeks sektor ini pada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) telah menanjak lebih dari 6% sepanjang tahun ini, sedangkan IHSG telah naik sekitar 3,5%.
Pada Kamis (11/4/2019), Credit Suisse Group AG menaikkan rekomendasi saham Indonesia menjadi “marketweight” dari “underweight” dalam alokasi Asianya, dengan mengacu pada valuasi relatif "rata-rata", nilai tukar rupiah yang masih terlihat murah secara jangka panjang, dan potensi pemangkasan suku bunga.
“Dengan imbal hasil obligasi riil tertinggi di kawasan ini, Indonesia memiliki potensi pemangkasan suku bunga jangka menengah terbaik di Asia,” tulis analis Credit Suisse Dan Fineman dan Kin Nang Chik dalam risetnya.