Bisnis.com, JAKARTA--Pilarmas Investindo Sekuritas menilai sentimen pagi ini, Jumat (12/4/2019) bagi IHSG akan datang dari perang tariff.
Maximilianus Nico Demus, Direktur Riset dan Investasi Pilarmas Investindo Sekuritas, mengatakan bahwa setelah sebelumnya, Mexico, Kanada, China, pada akhirnya giliran Jepang telah tiba untuk melakukan pembicaraan mengenai perdagangan bilateral dengan Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
"Tampaknya Trump ingin 'sikat' semua Negara yang memiliki neraca perdagangan yang defisit dengan Amerika," katanya dalam riset harian, Jumat (12/4/2019).
Pembicaraan ini di mulai pekan depan di Washington. Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe terlihat putus asa untuk menghindari tarif. Sementara itu, Presiden Trump ingin membuka pasar pertanian Jepang dan mengurangi defisit perdagangan sebesar US$60 miliar.
Namun, jangan disangka Jepang akan menyerah begitu saja. Abe bertekad untuk memberikan Amerika kesepakatan dua arah yang lebih baik daripada perjanjian pakta multilateral yang di negosiasikan sebelumnya dengan negara-negara Eropa dan Asia Pasific.
"Kami melihat tampaknya ketidakpastian ekonomi global terus bertambah seiring dengan keinginan Presiden Trump untuk terus melaju dengan ancaman tarif sebagai dasar dari negosiasi," katanya.
Hal ini pula yang dikhawatirkan sejak awal. Apabila negosiasi dengan China berjalan dengan baik, maka pertanyaan selanjutnya adalah apakah Trump sudah puas dengan negosiasi tersebut atau keberhasilan negosiasi tersebut membuat Trump semakin yakin bahwa kemenangan negosiasinya berdasarkan ancaman tarif.
Beralih dari sana, pejabat The Fed menjabarkan bahwa ada rintangan yang tinggi untuk menaikkan tingkat suku bunga sementara inflasi terus berada di bawah 2%.
Fokus The Fed saat ini adalah untuk menjaga inflasi berada di kisaran 2% atau mungkin di atasnya. Hal ini didukung oleh beberapa pejabat The Fed lainnya yang ingin berfokus terhadap inflasi.
Pejabat The Fed juga memperkirakan tidak ada kenaikkan tahun ini, dan mungkin hanya 1x kenaikkan pada bulan 2020 nanti. Itupun apabila inflasi bisa konsisten berada di atas 2%.
Pasar domestik yang terlihat wait and see sejak awal Februari memberikan sentimen terkait animo pasar saham dalam negeri.
Pasar saat ini masih mencermati kebijakan pemerintah guna memperbaiki defisit transaksi neraca berjalan serta stabilitas perekonomian dalam negeri.
Aksi beli investor asing dalam kurun waktu 3 bulan terakhir sebesar Rp15,74 triliun masih belum menjadi trigger kuat bagi IHSG untuk kembali menguat diatas 6.500.
"Kami menilai adanya hal yang ditunggu oleh investor dalam masa sideway yaitu, rilis neraca perdagangan, ekspor dan impor untuk bulan April, dan lebih dari itu adanya kontestasi pemilihan presiden juga dapat menentukan proyeksi pasar kedepan. Kebijakan dari pemimpin terpilih dinilai menjadi hal yang cukup penting bagi pasar saat ini," katanya.
Kekhawatiran akan perlambatan ekonomi global serta beberapa ketidakpastian dalam beberapa minggu kedepan akan menjadi.
Namun, dorongan mungkin akan datang dari Amerika yang mana berbagai bank di Amerika akan melaporkan pendapatan kuartal pertamanya yang dimulai dari JP Morgan dan Well Fargo yang diharapkan mampu memberikan vitamin lebih.
Sentimen positif lainnya adalah klaim pengangguran Amerika yang mencapai level terendah dalam kurun waktu 49 tahun.
"Secara teknikal, kami melihat saat ini IHSG berpotensi bergerak terbatas dan ditradingkan pada level 6.390 – 6.437," katanya.