Bisnis.com, JAKARTA—Menjelang Pemilihan Umum pekan depan, investor lokal sejauh ini tampak masih dalam posisi wait and see sementara investor asing terus melanjutkan aksi beli (net buy).
Renny Raharja, Executive Vice President Intermediary Business Schroders Indonesia menyampaikan, kondisi saat ini memperlihatkan bahwa masih banyak investor lokal yang menunggu adanya sedikit kepastian dari sisi politik sebelum berinvestasi dan mengambil risiko lebih banyak.
“Tapi, investor asing tidak melihat demikian. Investor asing cenderung memperhitungkan pertumbuhan dan stabilitas, yang mana keduanya itu Indonesia relatif solid dibandingkan dengan negara-negara lain,” ujarnya di Jakarta, Kamis (11/3/2019).
Adapun, Renny memaparkan bahwa Indonesia sebagai salah satu negara berkembang (emerging market) saat ini justru tengah diuntungkan karena Bank Sentral AS (Federal Reserve) telah memperlihatkan langkahdovish untuk kenaikan suku bunga.
Hal itu pun membuat Bank Indonesia tidak perlu tertekan untuk menaikkan suku bunga dalam rangka menjaga nilai tukar, sehingga spread yang ditawarkan menjadi lebih menarik.
Selain itu, perkiraan pertumbuhan ekonomi Indonesia dari Dana Moneter Internasional (IMF) yang sebesar 5,1% pada tahun ini juga masih lebih baik ketimbang pertumbuhan ekonomi dunia yang sebesar 3,3% maupun dari pertumbuhan ekonomi negara maju yang sebesar 1,8%.
“Perkiraan pada 2019 ini pertumbuhan di antara 5,2%—5,3% menurut saya cukup visible. Karena harga komoditas agak sedikit terhambat dan pertumbuhan ekonomi global sedikit menurun, level 5,2%—5,3% menurut saya sekarang masuk ke kategori yang baik,” kata Renny.
Namun demikian, dirinya menilai, tipe investasi dari investor lokal biasanya ingin menunggu sampai ke titik tertentu terlebih dahulu sebelum melakukan investasi, atau dengan kata lain ingin menunggu apakah pilihan presiden yang dijagokannya menang atau tidak terlepas dari perkembangan lainnya.
“Tapi, permasalahnnya bukan siapa yang menang, justru kondisinya stabil atau tidak. Bagi asing itu bukan karena pemenangnya nomor satu atau dua, tapi adalah keberlanjutan (sustainability) seperti apa ke depannya,” imbuh Renny.
Adapun, investor asing yang berada di luar sana dinilai telah mengetahui bahwa Indonesia memiliki fundamental yang lumayan solid dibandingkan negara-negara lain yang juga mengadakan pemilihan presiden pada tahun ini.
Berdasarkan data Bloomberg, tercatat investor asing bahkan telah melakukan aksi beli senilai Rp15,74 triliun sejak awal tahun ini.
Kendati investor asing tetap memperhatikan siapa yang mendapat mandat untuk memimpin Indonesia dalam periode 5 tahun ke depan, Renny menyampaikan bahwa konsensus pasar memperlihatkan pelaku pasar cenderung kepada skenario petahana bisa melanjutkan jabatannya.
“Perhitungannya karena mereka [investor] melihat secara track record dan memasang ekspektasi. Itu tidak hanya terjadi di Indonesia karena di India pun diperkirakan juga petahana [lanjut],” kata Renny.
Renny menilai, apabila investor lokal terlalu lama memasang posisi wait and see maka nantinya mereka bisa tertinggal ketika hasil Pilpres sesuai dengan pelaku pasar. Maupun ketika hasil Pilpres tidak sesuai dengan pelaku pasar, investor lokal cenderung ingin masuk lebih banyak ke pasar.
“Kalau dari kacamata investor asing, mereka justru melihat momentum value-nya sekarang bagus,” kata Renny.
Ke depannya, Renny berharap perbaikan birokrasi pemerintah dan beberapa peraturan yang pro bisnis bisa menjadi lebih baik lagi untuk menarik masuknya aliran modal asing.
Pasalnya, saat ini bukan hanya Indonesia yang memiliki daya tarik untuk penempatan investasi.
Apabila Indonesia dapat menawarkan stabilitas ekonomi dan mata uang serta memberikan keyakinan kepada investor bahwa investasi di Indonesia bisa memberikan return yang cukup baik dibandingkan negara lain, Renny yakin opsi tersebut bisa memendatangkan modal asing lebih banyak lagi.
“Selama return-nya masih bisa mengungguli risiko, itu bisa menjadi pilihan. Karena negara—negara lain juga pemilu dan memiliki risiko domestik masing-masing,” tutur Renny.