Bisnis.com, JAKARTA - Logam dasar kembali mendapatkan momentum untuk bergerak naik seiring dengan data manufaktur China menunjukkan kemajuan setelah terdepresiasi dalam 4 bulan berturut-turut. Selain itu, indikasi kemajuan dalam pembicaraan perdagangan AS dan China mendukung sentimen.
Berdasarkan data Bloomberg, momentum digunakan dengan baik oleh tembaga sebagai pemimpin kinerja penguatan logam dasar akibat sentimen tersebut, yaitu menguat 1,93% menjadi US$6.482,5 per ton di bursa London pada perdagangan Jumat (29/3/2019) dan telah menguat 1,34% menjadi 49.290 yuan per ton di bursa Shanghai pada perdagangan Senin (1/4/2019).
Kenaikan tembaga juga didukung oleh penambang Codelco asal Chili sebagai salah satu produsen tembaga terbesar di dunia. Produksi tambang Codelco terdepresiasi 3,3% pada 2018 dibandingkan dengan tahun sebelumnya, karena terus bersaing dengan penurunan kadar bijih dan kenaikan biaya di tambang yang sudah tua.
Selain itu, ekspor tembaga dari perusahaan MMG asal China di pertambangan Peru yang terhenti akibat pemblokiran akses jalan oleh warga sekitar kemungkinan akan segera berhenti.
Hal tersebut seiring dengan pemimpin komunitas yang protes terhadap tambang tersebut belum lama ini dibebaskan dari penjara dan mengatakan terbuka untuk negosiasi dengan pemerintah serta pihak MMG untuk menemukan kesepakatan sehingga akses jalan tambang tersebut kembali terbuka.
Kemudian, penguatan disusul oleh komoditas nikel yang menguat 0,75% di bursa London menjadi US$12.984 per ton.
Baca Juga
Aluminium di bursa Shanghai juga berhasil naik 0,80% menjadi 13.805 yuan per ton, sedangkan aluminium di bursaLondon hanya naik 0,47% menjadi US$1.912 per ton.
Hanya timbal dan timah yang tidak dapat memanfaatkan momentum ini untuk menguat dan justru bergerak di zona merah. Timah melemah 0,09% menjadi US$21.400 per ton dan timbal terkontraksi 0,05% menjadi US$2.017 per ton.
Sebagai informasi, aktivitas pabrik di China secara tak terduga tumbuh untuk pertama kalinya dalam 4 bulan terakhir pada Maret 2019. Indeks PMI China berhasil naik menjadi 50,5 pada Maret 2019 dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang hanya mencapai 49,2, di bawah median proyeksi analis sebesar 49,5.
Ekonom Sumitomo Mitsui Trust Bank Ayako Sera mengatakan bahwa tampaknya stimulus yang diberikan oleh pemerintah China mungkin mulai mengambil kendali dalam perekonomian dalam negeri, tercermin dari data manufaktur yang melaju cukup baik.
Dia menuturkan, meski langkah kebijakan tersebut dapat menahan laju perlambatan ekonomi China lebih lanjut, tetapi dinilai belum dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
“Jika pasar terbawa dengan sentimen tersebut sehingga terlalu banyak optimisme yang mendorong harga, kita bisa melihat sebuah kemunduran pada pasar di masa depan,” ujar Ayako seperti dikutip dari Reuters, Senin (1/4/2019).
"Indeks PMI dan negosiasi antara AS dan China berjalan dengan baik, orang-orang kini menunjukkan pendapat optimis tentang permintaan di masa depan. Mungkin ekonomi tidak seburuk yang diperkirakan sebelumnya," ujar seorang analis komoditas logam di Guangzhou yang tidak mau disebutkan namanya, seperti dikutip dari Reuters, Senin (1/4/2019).