Bisnis.com, JAKARTA – Harga aluminium menyentuh harga tertingginya dalam satu bulan seiring dengan investor yang mulai mengabaikan pertumbuhan ekonomi China yang lebih lemah dan fokus pada tanda-tanda penurunan produksi.
Ahli Strategi Logam Deutsche Bank Nick Snowdon mengatakan, volume perdagangan aluminium saat ini menipis menjelang liburan Tahun Baru Imlek akibat pabrik China, produsen aluminium terbesar di dunia, akan tutup selama satu pekan.
“Perdagangan aluminium sedang menuju musim produksi yang cenderung sedikit melemah. Smelter dengan kapasitas produksi sebanyak 3 juta ton di China telah tutup,” ujar Nick seperti dikutip dari Bloomberg, Rabu (23/1/2019).
Berdasarkan data Bloomberg, pada penutupan perdagangan Selasa (22/1/2019), harga aluminium di bursa London Metal Exchange (LME) bergerak di zona hijau, menguat 1,67% atau naik 31 poin menjadi US$1.883 per metrik ton.
Sementara harga aluminium di bursa Shanghai Futures Exchange (SHFE) juga menguat 0,45% naik 60 poin menjadi 13.500 yuan per metrik ton.
Walaupun demikian, Nick mengatakan bahwa prospek jangka panjang untuk perdagangan logam berjangka akan mengalami stagnasi harga akibat sentimen positif dan negatif yang relatif berimbang antara data ekonomi makro China yang buruk dan kebijakan untuk menstimulus pasar dari pemerintahan.
Baca Juga
Ekonomi China kembali melemah pada kuartal keempat, terpukul akibat permintaan domestik yang goyah dan kenaikan tarif impor dan ekspor dari AS sehingga menyeret pertumbuhan tahunan China menurun ke level terendah sejak 1990.
Oleh karena itu, kini China mengeluarkan banyak pelonggaran kebijakan untuk menstimulus pasar agar dapat menopang pertumbuhan ekonomi China yang lebih baik.