Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bursa Saham Jepang Melaju Bak Roller Coaster Ekstrem Sepanjang 2018

Bursa saham Jepang terus bergejolak di sepanjang tahun 2018 ini, dengan sempat mencatat level tertinggi 27 tahun, hingga jatuh ke masa terburuknya di pengujung tahun.
BUrsa saham Jepang/Ilustrasi
BUrsa saham Jepang/Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA – Bursa saham Jepang terus bergejolak di sepanjang tahun 2018 ini, dengan sempat mencatat level tertinggi 27 tahun, hingga jatuh ke masa terburuknya di pengujung tahun.

Terlepas dari hal tersebut, CEO Daiwa Securities Group Inc, Seiji Nakata memperkirakan masa terburuk pada bursa Jepang diperkirakan akan berakhir tahun ini, saat ekonomi global terhindar dari resesi yang lebih dalam.

"Mungkin masih rasional untuk berpikir bahwa harga telah mencapai dasarnya," ungkap Nakata dalam sebuah wawancara Rabu, sehari setelah Nikkei 225 Stock Average meluncur ke pasar bearish, seperti dikutip Bloomberg.

Indikator kunci seperti rasio harga saham terhadap pendapatan telah jatuh cukup dalam, dan kondisi ekonomi yang mendasarinya tidak menunjukkan tanda-tanda penurunan yang jelas, katanya.

Indeks Nikkei 225 merosot 5% pada Selasa (25/12/2018) di bawah level 20.000 dan tergelincir ke pasar bearish, ini juga merupakan penurunan satu hari terbesar sejak November 2016, menyusul penurunan bursa saam AS, yang jatuh selama hari perdagangan pendek pada Malam Natal.

Pada perdagangan Selasa, indeks Nikkei 225 merosot 5,01% ke level 19.155,74. Adapun indeks Topix melemah 4,88% ke level 1.415,55, level terendah dalam lebih dari satu tahun terakhir.  

Bursa Jepang terus merosot sejak Kamis (20/12/2018), ketika bank sentral AS Federal Reserve mengungkapkan sikap kebijakannya yang mengindikasikan berlanjutnya penaikan suku bunga pada tahun depan, terlepas dari tanda-tanda pertumbuhan ekonomi global yang tersendat.

Kebijakan The Fed tersebut juga kemudian disusul oleh keputusan Bank of Japan yang tidak mengubah stimulus kebijakannya pada rapat kebijakan akhir tahun di tengah meningkatnya risiko inflasi, sehingga menambah kekhawatiran pasar.

Nikkei 225 telah anjlok 20% dari level tertinggi dalam 27 tahun terakhir yang dicapai pada 2 Oktober, yang dipicu oleh kekhawatiran mulai dari ketegangan perdagangan global hingga pertanyaan mengenai kebijakan administrasi Trump terhadap ekonomi AS.

Kekhawatiran tersebut menjadi pertanda buruk bagi perusahaan sekuritas Jepang termasuk Daiwa dan Nomura Holdings Inc., yang telah memperkirakan operasional pialang ritel andalan mereka merosot di tahun 2018.

Bursa Saham Jepang Melaju Bak Roller Coaster Ekstrem Sepanjang 2018

Sejak awal tahun, bursa saham Jepang tak luput dari tekanan akibat kekhawatiran perang perdagangan. Hingga Kamis (27/12/2018), indeks Topix telah melemah hingga 16,17%.

Angka ini jauh berbeda dibandingkan dengan pencapaian pada 2017 silam yang mencatat penguatan 18,1% pada periode yang sama.

Salah satu dampak sentimen perang dagang terhadap bursa dapat dilihat pada perdagangan Jumat (23/3/2018), dengan indeks Topix berakhir anjlok 3,62% setelah sehari sebelumnya Presiden AS Donald Trump menandatangani memorandum presiden yang akan mengenakan tarif terhadap impor China bernilai hingga US$60 miliar.

Terlepas dari tren pelemahan, indeks Topix sempat mencatatkan level tertingginya sejak tahun 1991 pada Selasa (23/1/2018) saat ditutup menguat 1,01% ke level 1.911,07.

Bursa Saham Jepang Melaju Bak Roller Coaster Ekstrem Sepanjang 2018

Seperti dilansir Bloomberg, penguatan indeks Topix ini didorong oleh Bank of Japan yang memutuskan tidak mengubah stimulus moneternya serta mempertahankan proyeksi suku bunganya.

Sementara itu, kinerja indeks Nikkei 225 mash lebih baik dibanding Topix, walaupun masih ditutup melemah 9,85% hingga Kamis (27/12/2018). Adapun pada periode yang sama tahun sebelumnya, indeks Nikkei tercatat menguat 17,99%.

Indeks Nikkei juga sempat mencatatkan level tertingginya dalam 27 tahun terakhir pada Selasa (2/10/2018). Indeks ditutup ditutup menguat ke level 24.270,62 menyusul pelemahan nilai tukar yen.

Nakata memperingatkan terhadap pesimisme yang tidak semestinya, dan mengatakan saham Jepang akan rebound jika ekonomi global dapat tumbuh 3,5% persen atau lebih, yang dapat membantu perusahaan di negara itu mencapai pertumbuhan laba sebelum pajak sebesar 7% hingga 8%.

Nakata memperkirakan indeks Nikkei 225 mencapai sekitar 26.000 pada April 2019, yang akan menjadi reli reli kuat dari level 19.327 saat ini dan level yang tidak terlihat sejak 1991. "Level terenah akan berada di sekitar level saat ini, kecuali dunia memasuki resesi,” katanya.

Meskipun begitu, Nakata mengatakan investor Jepang mungkin menjadi kurang antusias membeli saham melalui penawaran umum perdana (IPO), setelah terjunnua saham SoftBank Corp. di hari-hari perdagangan pertamanya di bursa. Daiwa adalah salah satu penjamin emisi utama saham Softbank.

"Sulit untuk menyangkal bahwa momentum investasi dalam IPO telah sedikit mendingin, meskipun pasar Jepang untuk saham baru tidak mungkin menyusut,” katanya.

SoftBank meraih 2,65 triliun yen (US$24 miliar) dalam IPO unit usaha telekomunikasinya, sebelum saham turun 15% pada hari pertama perdagangan awal bulan ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Fajar Sidik

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper