Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bursa Asia Lesu Setelah The Fed Kerek Suku Bunga

Bursa saham Asia turun tipis dan imbal hasil obligasi Amerika Serikat (AS) melorot setelah Federal Reserve AS menaikkan suku bunga acuannya dan memproyeksikan pengetatan lebih lanjut.
bursa asia
bursa asia

Bisnis.com, JAKARTA – Bursa saham Asia turun tipis dan imbal hasil obligasi Amerika Serikat (AS) melorot setelah Federal Reserve AS menaikkan suku bunga acuannya dan memproyeksikan pengetatan lebih lanjut.

Indeks MSCI Asia Pacific, selain Jepang, turun tipis 0,05% pada perdagangan pagi ini, Kamis (27/9/2018), sedangkan indeks Nikkei Jepang turun 0,45%.

Di bursa Wall Street AS, Indeks S&P 500 ditutup melemah 0,33% di 2.905,97, indeks Dow Jones Industrial Average melemah 0,4% di level 26.385,28, dan indeks Nasdaq Composite berakhir turun 0,21% di level 7.990,37 pada perdagangan Rabu (26/9).

Sementara itu, imbal hasil obligasi AS turun lebih dari 5 basis poin menjadi 3,048%.

Bank sentral AS tersebut, seperti telah diperkirakan, menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin (bps) menjadi kisaran 2%-2,25%. The Fed juga memperkirakan kenaikan suku bunga lebih lanjut pada bulan Desember, tiga kali kenaikan pada tahun depan, dan satu kali pada 2020.

Meski tidak banyak perubahan terlihat dari proyeksi sebelumnya pada bulan Juni, langkah itu akan menempatkan suku bunga acuan di 3,4%, kira-kira separuh poin persentase di atas perkiraan tingkat suku bunga "netral" The Fed, pada tahun 2020.

"The Fed tampaknya telah semakin yakin akan kebutuhan untuk terus menaikkan suku bunga di luar tingkat netral. Saya tidak dapat melihat alasan untuk memperlambat kenaikan suku bunga selama tingkat pengangguran terus turun,” kata Tomoaki Shishido, pakar strategi pendapatan tetap di Nomura Securities.

Namun sejumlah investor melihat terbatasnya kebutuhan bagi The Fed untuk terus menaikkan suku bunga karena inflasi belum menunjukkan tanda-tanda kenaikan sejauh ini, terlepas dari berlanjutnya pertumbuhan ekonomi dan pasar tenaga kerja yang ketat. Tingkat pengangguran AS berada di kisaran level terendahnya sejak 2001.

“Tiga kenaikan [suku bunga] pada tahun depan tampak tidak masuk akal,” kata Bob Baur, kepala ekonom global di Principal Global Investors di Iowa, seperti dilansir dari Reuters.

Menurutnya, dengan kemungkinan kenaikan suku bunga lebih lanjut pada 2018 dan satu lagi pada Maret tahun depan, akan tercapai apa yang oleh banyak Gubernur Fed rasakan sebagai tingkat suku bunga netral.

“Dengan rendahnya kemungkinan lonjakan inflasi, masuk akal jika The Fed akan berhenti sejenak setelah kenaikan suku bunga pada Maret serta membiarkan pasar untuk menyesuaikan dengan kebijakan barunya,” lanjut Baur.

Sejumlah investor juga mengatakan bahwa perselisihan perdagangan antara pemerintahan Presiden Donald Trump dan beberapa mitra dagangnya menambah ketidakpastian pada prospek ekonomi.

Tarif yang dilemparkan AS berikut balasan dari pihak lain dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi global, tetapi tarif yang meluas juga dapat memicu inflasi dengan menaikkan harga barang-barang impor.

Di pasar mata uang, dolar AS bergerak variatif pascakeputusan The Fed. Adapun mata uang pasar negara berkembang (emerging market), yang telah tertekan kekhawatiran bahwa imbal hasil AS yang lebih tinggi akan mendorong investor untuk memindahkan dana mereka dari pasar negara berkembang ke Amerika Serikat, bergerak lebih kuat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Fajar Sidik

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper