Bisnis.com, JAKARTA - Prospek harga batu bara pada tahun 2018 dan 2019 diyakini masih akan meningkat dengan proyeksi harga bisa menembus US$90/ton dan US$95/ton. Proyeksi itu membuat saham sektor tambang batu hitam ini masih sangat cerah di tengah gejolak pasar modal.
Andy Wibowo Gunawan, Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia mempertahankan posisi overweight di sektor batu bara, karena prediksi harga batu tahun 2018-2019 tidak berubah pada US$90,0/ton dan US$95,0/ton.
"Kami percaya bahwa permintaan batu bara China masih solid dan impor batu bara akan meningkat lebih lanjut dalam waktu dekat," jelasnya dalam riset yang diterima Bisnis, Rabu (26/9).
Dia menjelaskan dalam jangka menengah, China diperkirakan akan menjaga harga batu bara global dengan harga yang wajar (>US$90,0/ton) karena 19,9% dari total PDB China berasal dari pusat-pusat produksi batu bara, dan utang perusahaan batu bara China masih pada level tinggi di kuartal II/2018.
Pada Agustus, total produksi batu bara China mencapai 296,6 juta ton, mendekati rata-rata 35 bulannya. Sebaliknya jumlah pasokan batu bara di enam PLTU besar di China melonjak menjadi 15,2 juta ton pada Agustus (+54,4% YTD dan +38,8% YoY) untuk mengantisipasi musim dingin pada kuartal IV/2018.
Mengingat tujuan China untuk mengurangi polusi, sementara masih membutuhkan batu bara untuk menghadapi musim dingin. China diharapkan mengimpor lebih banyak batu bara dari Indonesia.
"Kami percaya China akan menjaga harga batu bara dunia >US$90,0/ton dengan menjaga level produksi batu baranya. Sebagai catatan, daerah penghasil batu bara China menyumbang 19,9% terhadap total PDB pada 2015. Terakhir, kami melihat bahwa utang bersih perusahaan-perusahaan batu bara China ke ekuitas masih tinggi pada 2Q18, di 0,51x," jelasnya.
Dengan perkiraan harga batu bara global tahun 2018-2019 yang belum berubah, pihaknya menegaskan rekomendasi overweight pada sektor batu bara. Adapun saham pilihan utamanya adalah Bukit Asam (PTBA/Beli/TP: IDR5.000).