Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Minyak Brent Tembus Level Tertinggi Sejak 2014

Harga minyak mentah Brent melonjak ke level tertingginya dalam hampir empat tahun pada perdagangan Senin (24/9/2018), setelah OPEC dan sekutunya mengesampingkan permintaan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk mengendalikan harga minyak.

Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak mentah Brent melonjak ke level tertingginya dalam hampir empat tahun pada perdagangan Senin (24/9/2018), setelah OPEC dan sekutunya mengesampingkan permintaan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk mengendalikan harga minyak.

Harga minyak Brent, acuan lebih dari separuh minyak global, untuk pengiriman November melonjak US$2,40 dan berakhir di US$81,20 per barel di ICE Futures Europe exchange yang berbasis di London. Minyak mentah acuan global ini diperdagangkan premium US$9,12 terhadap WTI untuk bulan yang sama.

Adapun harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak November ditutup menguat US$1,30 di level US$72,08 per barel di New York Mercantile Exchange.

Dilansir Bloomberg, kontrak berjangka minyak di London melonjak ke level tertinggi sejak November 2014, setelah OPEC dan mitranya menyatakan mereka akan meningkatkan produksi minyak hanya jika pelanggan mencari lebih banyak kargo.

“Pasar mulai menyadari bahwa permintaan global yang kuat dan kurangnya kapasitas produksi cadangan akan mengarah ke salah satu pasar paling ketat yang telah kita lihat dalam waktu yang lama,” ujar Phil Flynn, analis pasar senior di Price Futures Group.

“Langkah OPEC yang tidak meningkatkan produksi dengan segera membuat pedagang bertanya-tanya tentang kemampuan mereka untuk melakukannya di masa mendatang.”

Arab Saudi mengisyaratkan pihak kerajaan tidak ingin terburu-buru untuk menurunkan harga minyak dari level saat ini.

"Pasar mendapatkan pasokan dengan baik," kata Menteri Energi Saudi, Khalid Al-Falih, setelah menghadiri pertemuan OPEC dan sekutunya selama akhir pekan. "Alasan Arab Saudi tidak meningkatkan lebih banyak adalah karena semua pelanggan kami menerima semua barel yang mereka inginkan."

Harga minyak telah naik sejak awal Agustus seiring dengan berkembangnya spekulasi mengenai apakah OPEC dan sekutu-sekutunya akan meningkatkan produksi, dengan sanksi yang mulai diberlakukan terhadap ekspor Iran pada November.

Saham-saham minyak dan gas pun menguat didorong prospek harga minyak mentah yang lebih tinggi. Indeks Eksplorasi dan Produksi Minyak dan Gas Bumi pada S&P 500 naik 2%, kenaikan terbesar sejak Juni. Saham EOG Resources Inc. bertambah 3,8%, sedangkan saham Apache Corp naik 3,3%.

Minyak Brent pun diprediksi dapat naik hingga mencapai level US$100 di tengah hilangnya pasokan dari Iran akibat sanksi AS, menurut Mercuria Energy Group Ltd. dan Trafigura Group.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper