Bisnis.com, JAKARTA – Global Head of Currency Startegy & Market Research Forex Time (FXTM) Jameel Ahmad mengatakan ada sentimen bervariasi terhadap dolar AS pada awal pekan perdagangan ini, sementara rupiah mengalami penguatan.
Rupiah menguat mendekati 0,20% pada Senin (27/8/2018). Peningkatan rupiah menyebar ke wilayah sekitar, Baht Thailand dan Ringgit Malaysia juga menguat.
Kurs Jisdor Ditetapkan di Rp14.614, Rupiah Menguat di Pasar… |
“Meninjau rilis ekonomi Indonesia pekan ini, volume diperkirakan rendah dan ini menyiratkan bahwa tren rupiah akan diarahkan oleh performa dolar di sepanjang pekan ini,” ujarnya dalam keterangan rilis yang diterima Bisnis, Selasa (28/8/2018).
Dolar sedikit menguat terhadap euro, pound sterling, dan dolar Australia. Mata uang AS ini secara umum menguat terhadap mata uang Eropa, Timur Tengah, dan Afrika di saat semua perhatian tertuju pada lira ketika pasar Turki kembali buka pascalibur satu pekan penuh.
“Adapun, lira Turki melemah lebih dari 3% pada saat laporan ini dituliskan, dan sepertinya ini memengaruhi Rand Afrika Selatan yang melemah lebih dari 1%,” jelasnya.
Ahmad menuturkan bahwa performa dolar jauh lebih tidak konsisten di Asia Pasifik. Mata uang Asia yang melemah hanyalah dolar Singapura, rupee India, dan yuan China pada Senin. Sementara won Korea, rupiah Indonesia, ringgit Malaysia, dan baht Thailand menguat.
“Ini mungkin terkait dengan ekspektasi pascapidato Jerome Powell di Jackson Hole bahwa laju pengetatan moneter Federal Reserve tahun depan tidak akan sama seperti jumlah kenaikan suku bunga di tahun 2018,” terangnya.
Ada perbedaan konsensus apakah pidato Jerome Powell di Jackson Hole termasuk hawkish atau dovish. Sebagian pihak menafsirkan bahwa ada isyarat Federal Reserve tidak memiliki alasan untuk mempercepat kenaikan suku bunga sebagai dovish.
Namun, pesan yang sama bahwa ia melihat akan ada kenaikan suku bunga “bertahap, lebih lanjut” menyiratkan bahwa Federal Reserve tetap berkomitmen pada pengetatan kebijakan moneter AS secara konsisten.
“Konsensus bervariasi ini mungkin salah satu penyebab mengapa performa dolar juga bervariasi hari ini,” tambahnya.
Ahmad memperkirakan, volatilitas pekan ini mungkin terjadi terhadap lira Turki setelah pasar Turki kembali buka pascalibur satu pekan. Menurutnya, lira akan tetap tertekan selama beberapa waktu mendatang karena masalah struktural yang sama yang membuat trader menghindari aset Turki masih belum teratasi.
Kekhawatiran mengenai ekonomi yang overheating, defisit transaksi berjalan yang semakin melebar, konflik dalam keindependenan pusat, dan lonjakan tekanan inflasi membuat investor tidak berminat membeli Lira.
Sementara itu, rand Afrika Selatan adalah mata uang lain yang akan dipantau trader. Rand sebelumnya tampak sensitif tertular anjloknya lira Turki di awal bulan ini, sebelum Rand akhirnya menyerah terhadap tekanan jual lebih lanjut belum lama ini karena kekhawatiran bahwa Afrika Selatan dapat menjadi negara berikutnya yang menghadapi keganasan Presiden Trump.
Trump belum lama ini membuat tweet mengenai salah satu isu paling sensitif di era pasca-apartheid, yaitu reformasi lahan. Tweet Trump awalnya memicu kekhawatiran bahwa Afrika Selatan akan menjadi negara berikutnya yang menjadi sorotan karena perhatiannya, setelah Turki, Iran, Rusia, China, dan Korea Utara menjadi bidikan dalam beberapa bulan terakhir.