Bisnis.com, JAKARTA – Perdagangan berjangka kedelai dan tepung kedelai di China merosot karena kekhawatiran penularan flu babi dari Afrika di China sehingga menurunkan permintaan komoditas biji-bijian untuk pakan ternak, bersamaan dengan hasil panen kedelai Amerika Serikat yang diperkirakan mencapai rekor.
Harga kedelai berjangka China pada Senin (27/8) merosot 1,8% ke posisi 3.588 yuan atau US$521,97 per ton, terendah dalam 10 tahun, sebelum kembali menghijau pada perdagangan tengah hari.
Kedelai domestik China biasa dipergunakan di sektor pangan dan pakan ternak dan penurunan harganya juga memberikan dampak pada harga kedelai global.
Adapun, harga tepung kedelai di Dalian Commodity Exchange untuk pengiriman Januari tergelincir 2,8% menjadi US$3.042 yuan per ton pada perdagangan siang waktu setempat.
Harga tersebut mendekati level terendah dalam 2 bulan dan dalam lajurnya untuk penurunan harga harian terparah sejak November 2016. Selain itu, cadangan kedelai yang berlimpah di China juga menjadi penekan harga.
“Tepung kedelai dan biji kedelai domestik China diperkirakan akan mengalami penurunan harga lebih lanjut karena ada perkiraan hasil panen kedelai AS yang melonjak dan mata uang Brasil yang melemah,” ungkap Pan Tiantian, analis Zhengshang Futures, dilansir dari Reuters, Senin (27/8/2018).
Pan menilai bahwa tekanan dari fundamental saja sudah cukup besar, sekarang ditambah lagi dengan penularan flu babi dari Afrika. “Jika penyakit tersebut terus menyebar, maka akan memberikan dampak besar bagi kedelai karena permintaan akan menurun, terutama untuk tepung kedelai.”
China telah memusnahkan lebih dari 25.000 babi setelah negaranya melaporkan ada empat wilayah yang terjangkit flu babi Afrika dalam sebulan.
Selain tepung dan biji kedelai, harga minyak kedelai berjangka China juga mengalami penurunan 3,2% menjadi 2.399 yuan per ton, terendah selama lebih dari 6 bulan.