Bisnis.com, JAKARTA — Lembaga pemeringkat internasional Standard & Poor’s Global Ratings merevisi outlook dari PT Modernland Realty Tbk. dan surat utangnya dari stabil menjadi negatif, meskipun tetap mempertahankan peringkatnya B menimbang adanya resiko refinancing.
Emiten dengan kode saham MDLN ini memiliki surat utang senilai US$58 juta yang akan jatuh tempo pada Agustus 2019 dan Rp450 miliar pinjaman bank domestik yang akan jatuh tempo pada Juni 2019.
S&P menilai, likuiditas perusahaan akan mendapat tekanan bila tidak ada refinancing. Kebutuhan terhadap refinancing menjadi sangat mendesak dalam 12 bulan ke depan, meskipun kinerja operasional perseroan sejauh ini masih sejalan dengan harapan S&P.
“Kami tidak yakin Modernland memiliki arus kas internal yang cukup untuk melunasi utang jatuh temponya pada pertengahan 2019, bahkan jiga perseroan menyesuaikan lagi pengeluaran modalnya,” tulis analis S&P dalam laporan yang terbit Senin (13/8/2018).
Oleh karena itu, S&P menilai MDLN sangat tergantung pada pasar finansial dan relasinya dengan perbankan untuk memenuhi kebutuhan refinancing-nya.
S&P memahami bahwa MDLN saat ini sedang mengupayakan berbagai opsi untuk membiayai kembali utangnya. Likuiditas MDLN akan meningkat jika berhasil melunasi utangnya dalam beberapa bulan ke depan dengan menggantinya dengan utang jangka panjang. Namun, berhasil tidaknya upaya tersebut dan waktunya masih belum menentu.
Bisnis MDLN sendiri masih cukup baik. Pada semester pertama, nilai pemasaran MDLN mencapai Rp1,9 triliun, sekitar 58% dari perkiraan S&P untuk tahun 2018 yang sebesar Rp3,4 triliun. S&P meyakini pada 2019 pemasaran MDLN dapat mencapai Rp3,9 triliun, mayoritas didukung penjualan tanah.
Adapun,berdasarkan laporan keuangan MDLN per 30 Juni 2018, total pendapatan perseroan mencapai Rp1,39 triliun, turun 2,6% dibandingkan dengan periode yang sama 2017 Rp1,24 triliun. Namun, laba bersih perseroan meningkat 31% dari Rp138 miliar pada semester I/2017 menjadi Rp181 miliar.
S&P memandang, MDLN akan tetap membutuhkan pendanaan utang yang agresif dalam 12 bulan ke depan. Utang disesuaikan perseroan akan tetap tinggi sekitar Rp6 triliun pada 2018-2019 untuk mendukung belanja modal senilai Rp805 miliar hingga Rp1,6 triliun yang mayoritas digunakan untuk akuisisi lahan di Cikande dan Bekasi.
Ini akan menyebabkan kapasitas pembayaran bunga perseroan menjadi rendah, dengan cakupan bunga EBITDA sebesar 2,0 kali -2,1 kali.
Posisi pasar MDLN di Jakarta sejatinya cukup baik. Perseroan memiliki brand yang kuat melalui proyek-proyek seperti Kota Modern, Modern Hill, dan Jakarta Garden City.
Pada 30 Juni 2018, MDLN memiliki bank tanah yang besar dengan luas lebih dari 1.600 hektare, yang seharusnya cukup untuk pembangunan selama paling sedikit 10 tahun.
Hanya saja, outlook yang negatif lebih mencerminkan posisi utang jatuh tempo dalam jangka pendek yang cukup riskan. S&P dapat menurunkan peringkat MDLN satu notch jika likuiditas perseroan melemah.
Hal ini kemungkinan besar akan terjadi jika perusahaan gagal untuk membiayai kembali sebagian utang yang jatuh tempo pada tahun 2019 dalam 3 hingga 6 bulan ke depan dengan utang jangka panjang, sambil mempertahankan belanja modal yang cukup besar dan menguras kas perseroan.
“Kami juga bisa menurunkan peringkat jika belanja modal MDLN tetap tinggi dan membutuhkan utang tambahan, atau jika penjualan propertinya melambat secara signifikan,” tulis S&P.
S&P akan merevisi prospek menjadi stabil jika risiko refinancing untuk Modernland berkurang. Ini akan terwujud jika perusahaan membiayai setidaknya setengah dari utang jatuh tempo 2019 dengan utang jangka panjang dalam tiga hingga enam bulan ke depan. Revisi prospek juga akan bergantung pada MDLN yang menunjukkan manajemen pengeluaran yang bijaksana, mempertahankan penyangga likuiditas yang baik, dan menjaga cakupan bunga EBITDA di atas 2,0x.