Bisnis.com, JAKARTA – Putaran pertama sanksi Amerika Serikat pada Iran mulai berlaku setelah Presiden Iran Hassan Rouhani menolak saran dari Presiden AS Donald Trump untuk melakukan pembicaraan tanpa prasyarat.
Berdasarkan permohonan yang disetujui oleh Trump, AS menjatuhkan aturan pembatasan baru yang bertujuan menghentikan pembelian uang dolar AS oleh Iran sehingga dapat mencegah pemerintah Iran untuk berdagang emas dan logam mulia lainnya, serta mencegah penjualan dan perolehan sejumlah jenis logam industri.
Peraturan tersebut, akan mulai berlaku tengah malam waktu Washington, yang juga menargetkan industri otomotif dan mencegah impor karpet Persia dan kacang badam pistasio ke AS.
Pada Senin (6/8), Rouhani mengatakan bahwa Iran terbuka untuk melakukan negosiasi apabila AS mau, tapi dia menambahkan bahwa pembicaraan tersebut tidak akan mebuahkan hasil apapun jika negaranya dikenakan sanksi.
Trump beserta para anggota pemerintahannya telah meningkatkan kemungkinan untuk melakukan diskusi secara tatap muka dengan Rouhani tanpa prasyarat apapun.
“Negosiasi bersamaan dengan pengenaan sanksi, apa artinya itu? Bisa dicontohkan seperti kedua orang yang bertengkar, kemudian salah satunya menusukkan pisau, lalu berkata, ‘ayo kita bicara dan negosiasi’. Tentu respons pertama adalah mencabut pisau tersebut terlebih dahulu,” ujar Rouhani, dikutip dari Bloomberg, Selasa (7/8/2018).
Baca Juga
Dengan sanksi yang terus berlanjut, AS mendapat kecaman dari sekutunya Eropa yang terus mengawasi perjanjian nuklir sejak 2015, yang kemudian Trump memutuskan untuk menarik diri pada Mei lalu.
AS justru memberikan sinyal akan menjatuhkan sanksi yang lebih berat pada impor minyak Iran dan akan mulai berlaku pada awal November, meskipun pemerintahnya memberikan sinyal akan mempertimbangkan keringanan pada sanksi tersebut.
“Kami sangat menyesalkan AS yang kembali memberikan sanksi ke Iran, karena sudah menarik diri dari Joint Comprehensive Plan Of Action (JCPOA). Mempertahankan kesepakatan nuklir dengan Iran itu merupakan bentuk penghormatan kesepakatan dan keamanan internasional,” ujar sejumlah Menteri Luar Negeri dari Inggris, Jerman, Prancis, dan Uni Eropa.
Rouhani mengaskan bahwa Uni Eropa bersama dengan negara lainnya harus membuat aksi nyata untuk menyelamatkan kesepakatan nuklir Iran.
“Dalam kunjungan saya ke Eropa, China, dan Rusia, dan dari pembicaraan yang sudah saya lakukan, saya lihat mereka berjanji akan mengabaikan sanksi tersebut. Namun masalahnya adalah perusahaan yang ada dalam negara mereka, yang tertekan oleh AS dan terkena dampak dari sanksi AS,” lanjutnya.
Rouhani mencemooh tawaran Trump untuk melakukan pembicaraan. “Trump, seseorang yang tanpa melakukan negosiasi terlbih dahulu, menarik diri dari seluruh komitmen internasionalnya. Dari kesepakatan dagang hingga perjanjian iklim Paris.”
Menteri Luar Negeri Iran Javad Zarif mengatakan lewat akun twitternya bahwa pemerintah Trump ingin dunia percaya bahwa AS peduli pada rakyat Iran. Namun dengan sanksi terbaru ini AS justru membatalkan embelian 200 jet berpenumpang tanpa alasan yang jelas dan membahayakan penduduk Iran.