Bisnis.com, JAKARTA – Ekspor aluminium China diprediksi meningkat pada Mei ke level tertingginya dalam 3 ½ tahun setelah harga logam itu naik karena sanksi Amerika Serikat terhadap produsen aluminium terbesar Rusia dan pemasok terbesar di luar Asia United Rusal Co.
Ekspor aluminium murni dan olahan total berjumlah 485.000 metrik ton, tertinggi sejak Desember 2014, dibandingkan dengan jumlah 40.000 ton pada April dan 460.000 ton pada periode yang sama tahun lalu.
Pengiriman logam tersebut naik 13% ke rekor terbarunya sejumlah 2,21 juta ton pada lima bulan pertama tahun ini.
Smelter China mendorong pengiriman ke luar negerinya setelah AS menjatuhkan sanksi ke Rusal pada 6 April yang mengganggu rantai pasokan global dan mendorong harga aluminium di London ke level tertingginya dalam tujuh tahun.
“Ekspor, yang selama ini didorong oleh pelebaran premium di London Metal Exchange dan Shanghai, diperkirakan akan tertekan oleh kebijakan anti-dumping AS pada pertengahan kedua 2018,” ujar Jackie Wang, analis CRU Group di Beijing, dikutip dari Bloomberg, Minggu (10/6/2018).
Untuk logam lainnya, tercatat ekspor baja China juga menguat pada bulan lalu menjadi 6,88 ton, tertinggi sejak Juli 2017, memberi tanda bahwa rekor produksi baja China telah melebar ke pasar dunia. Meskipun demikian, pengirimannya pada lima bulan pertama 2018 turun 16%.
Sementara itu, He Xiaohui, analis Antaike Information and Development Co. mengatakan bahwa impor tembaga murni dan olahan China naik menjadi 475.000 ton pada Mei, terbanyak sejak Desember 2016, setelah pelanggan melakukan pembelian tembaga kepingan dalam jumlah yang lebih sedikit setelah China melakukan pembatasan impor sebagai bagian dari upayanya untuk mengurangi polusi.