Bisnis.com, JAKARTA – Kawasan Asia tampil unggul ketimbang negara-negara lain di emerging market setelah kemerosotan nilai mata uang yang tajam secara bulanan sejak 2016.
Malaysia, Filipina, Indonesia, dan China menempati posisi teratas dari 21 negara berkembang yang dianalisis Bloomberg berdasarkan beberapa komponen, seperti perkiraan produk domestik bruto (PDB) dan neraca berjalan, peringkat utang, serta valuasi saham dan obligasi.
Adapun Afrika Selatan berada di posisi terbawah karena lebarnya defisit neraca berjalan dan rendahnya cadagangan devisa.
Malaysia berada di peringkat teratas ditopang oleh prospek ekspansi ekonomi yang meluas, surplus neraca berjalan yang sehat, dan nilai tukar efektif ril (real effective exchange rate) yang menurun.
Sementara untuk Filipina dan Indonesia, perkiraan menguatnya pertumbuhan PDB dan menurunnya valuasi nilai tukar diharapkan dapat mengimbagi risiko yang berasal dari eksternal.
Kedua negara tersebut juga mendapatkan dukungan dari otoritas moneternya. Bank sentral Filipina telah menaikkan suku bunganya pada Mei 2018 untuk pertama kalinya sejak 2014 dan Bank Indonesia juga telah menaikkan suku bunga sebanyak dua kali sejak awal tahun ini.
Sementara itu, Pakistan dan Mesir telah jauh lebih baik sejak akhir 2016. Mesir diuntungkan oleh peringkat kredit yang diperbaiki naik dan meningkatnya cadangan devisa, sementara aset Pakistan menjadi murah setelah aksi jual. Valuasi untuk pasar Indonesia dan Turki juga kembali membaik setelah pemelahan baru-baru ini.
Koji Fukaya, CEO FPG Securities Co., mengungkapkan, Asia tampaknya tetap menjadi kawasan yang kuat dibandingkan negara emerging market lainnya didukung oleh perekonomian domestik dan keseimbangan eksternal yang solid.
“Ketika pasar menghadapi risiko, orang-orang tidak terlalu memperhatikan faktor fundamental. Namun, ketika fundamental perlahan berkurang, orang-orang akan menjadi lebih selektif dan Asia menyuguhkan kelegaan bagi beberapa orang,” katanya seperti dikutip Bloomberg, Jumat (1/6/2018).
Adapun meningkatnya imbal hasil Treasury AS dan menguatnya dolar AS memberikan kekhawatiran bahwa negara yang terlalu mengandalkan pendanaan asing akan menderita arus modal keluar yang besar.
Indeks mata uang emerging market MSCI telah turun 3% dalam dua bulan, April dan Mei, penurunan dua bulan terendah sejak November 2016. Berdasarkan indeks Bloomberg Barclays, obligasi pemerinta bermata uang lokal di negara berkembang juga merosot 3,6% dalam dua bulan terakhir.