Bisnis.com, JAKARTA – Keputusan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk keluar dari kesepakatan nuklir Iran sekaligus menerapkan sanksi kembali pada produsen minyak terbesar ketiga OPEC tersebut diperkirakan dapat mengerek ekspor minyak mentah AS ke rekor level tertingginya pada akhir tahun ini.
Menurut Andy Lipow, Presiden Lipow Oil Associates LLC di Houston, penerapan sanksi ekonomi kembali pada Iran akan menghapus minyak Iran dari pasar global, mendorong harga lebih tinggi, serta meningkatkan permintaan untuk minyak AS.
“Minyak shale AS, yang lebih ringan dan manis daripada minyak mentah Iran, tidak akan sepenuhnya dapat menggantikan seluruh [pasokan] barel yang hilang,” ujar Sandy Fielden, direktur penelitian dan komoditas untuk Morningstar Inc. di Austin, Texas.
“Namun demikian, harga yang lebih tinggi akan mendorong pertumbuhan produksi Amerika serta memperluas spread antara minyak mentah West Texas Intermediate dan patokan global, Brent,” lanjutnya, seperti dilansir dari Bloomberg.
WTI sudah diperdagangkan dengan selisih hampir US$6 per barel terhadap Brent, dibandingkan dengan US$2,50 pada periode yang sama tahun lalu.
“Jika spread melebar lebih jauh, ekspor bisa lebih tinggi dalam tujuh bulan ke depan, merayap menuju 2,5 juta barel per hari pada Desember dan rata-rata 2 juta barel tahun ini,” tambah Fielden. Rata-rata ekspor mencapai 1,67 juta pada Maret, menurut Biro Sensus AS.
Tetap saja, bottleneck pada pipa AS dapat membatasi pertumbuhan ekspor dalam waktu dekat. WTI di Permian diperdagangkan pada US$12,75 per barel di bawah patokan WTI di Cushing, Oklahoma, level terendah dalam lebih dari tiga tahun, karena tekanan pipa yang sedang berlangsung.
Dalam pidato yang disiarkan televisi dari Gedung Putih pada Selasa (8/5/2018) waktu setempat, Presiden Trump mengumumkan akan menarik AS keluar dari kesepakatan nuklir internasional Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA).
Berdasarkan perjanjian dengan Iran tahun 2015 itu, enam negara yakni Amerika Serikat (ditandatangani oleh Presiden Barack Obama), Prancis, Jerman, Inggris, Rusia, dan China sepakat mencabut sanksi ekonomi terhadap Iran. Sebagai gantinya, Iran berkewajiban membatasi program nuklirnya.
Namun Trump merasa keberatan dengan kesepakatan itu, yang dinilai tidak menyinggung program rudal balistik Iran, kegiatan nuklirnya melewati tahun 2025, atau perannya dalam konflik di Yaman dan Suriah.
Keputusan Trump ini berpotensi meningkatkan risiko konflik di Timur Tengah, mengecewakan aliansi AS di Eropa, serta memberi ketidakpastian atas pasokan minyak global.