Bisnis.com, JAKARTA—Emiten properti PT Intiland Development Tbk. berencana menerbitkan obligasi global senilai US$250 juta untuk mendukung permodalan usaha dan refinancing.
Archied Noto Pradono, Direktur Pengelolaan Modal dan Investasi Intiland, mengatakan hal tersebut telah disetujui oleh para pemegang saham perseroan dalam rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) yang digelar perseroan pada Jumat (20/4/2018).
Archied mengatakan hal ini merupakan bagian dari strategi perseroan untuk mendiversifikasikan sumber pembiayaan perseroan di masa mendatang. Selama ini, perseroan baru menggunakan fasilitas pembiayaan pinjaman perbankan, obligasi dalam negeri, atau penerbitan saham pada investor publik.
Perseroan melihat, sudah saatnya bagi perseroan untuk mencoba menjajaki sumber pembiayaan baru. Apalagi, saat ini surat utang pemerintah Indonesia tengah mendapat apresiasi yang cukup tinggi di mata internasional, terbukti dari peningkatan peringkat yang terus terjadi belakangan ini dari berbagai lembaga pemeringkat internasional.
Membaiknya peringkat Indonesia akan turut mendorong perbaikan persepsi investor global terhadap korporasi asal Indonesia. Hal ini memberi peluang bagi korporasi Indonesia untuk menawarkan surat utang dengan tingkat kupon yang rendah.
“Tujuan utamanya memang untuk diversifikasi jenis alternatif pembiayaan kita. Tentunya dengan utang dalam dolar AS ini risiko tinggi, sehingga kita akan lakukan hedging. Penggunaan dananya kita mayoritas untuk refinancing dan tambahan modal kerja,” katanya, Jumat (20/4/2018).
Archied mengatakan perseroan belum memutuskan kapan persisnya akan menerbitkan instrumen ini. Perseroan baru saja menerbima persetujuan dari pemegang saham perseroan, sehingga langkah selanjutnya adalah menjajaki pasar.
Perseroan mencari waktu yang tepat di mana kebutuhan akan dana bertemu dengan momentum yang baik di pasar obligasi internasional. Surat utang lebih menguntungkan dibandingkan pinjaman bank sebab pada surat utang tidak ada faktor amortisasi yang membebani perseroan secara rutin selama periode utang. Dengan begitu, likuiditas kas perseroan akan lebih sehat.
Adapun, pada bulan ini emiten dengan kode saham DILD ini baru saja mengalami penurunan peringkat korporasi dan surat utang oleh lembaga pemeringkat Indonesia, yakni PT Pemeringkat Efek Indonesia atau Pefindo.
Peringkat korporasi dan surat utang perseroan diturunkan dari idA- menjadi idBBB+ dengan outlook stabil. Hal ini terjadi karena Pefindo menilai tingkat leverage keuangan perseroan makin agresif, dengan rasio utang terhadap EBITDA sebesar 8,4 kali pada 2017.
Pefindo menilai profil kredit perusahaan dapat tetap lemah, akibat dari tingginya utilisasi utang atas proyek-proyek high rise terdahulu dengan tingkat penjualan yang rendah, terutama dari segmen kelas atas.
Archied mengatakan Intiland saat ini memang masih memiliki tingkat backlog senilai Rp4,4 triliun. Hal tersebut berarti perseroan telah mengantongi pesanan pembelian dengan nilai tersebut tetapi belum direalisasikan sebagai penjualan sebab proyek belum selesai dibangun dan diserahterimakan.
Untuk menyelesaikannya perseroan membutuhkan pembiayaan yang besar. Oleh karena itu, perseroan memutuskan untuk tiga membagi dividen atas laba 2017 serta cukup kesulitan untuk mengurangi tingkat utangnya. Hal ini menjadi faktor perseroan sulit merealisasikan tuntutan Pefindo untuk memperbaikan profil utang.
Perseroan berharap, dengan menerbitkan obligasi global yang memiliki tingkat kupon lebih rendah, perseroan bisa mengganti utang lama perseroan yang lebih mahal. Perseroan berencana menerbitkan surat utang ini di bursa Singapura dan menunjuk lembaga pemeringkat asing untuk memeringkat perseroan.
Archied mengatakan tidak tertutup kemungkinan suatu saat perseroan juga akan mencoba alternatif surat utang Komodo Bond, atau surat utang global dalam denominasi rupiah. Sejauh ini, instrumen ini baru diterbikan oleh BUMN.