Bisnis.com, JAKARTA – Pasar minyak mencapai level tertinggi sejak 2014 akibat ketegangan di Timur Tengah, kawasan mayoritas eksportir minyak mentah terbesar di dunia sehingga mendorong risiko konflik geopolitik yang menimbulkan kekhawatiran gangguan pasokan.
Pada perdagangan Kamis (12/4) pukul 17.40 WIB, harga minyak West Texas Intermediate kontrak teraktif Mei 2018 menetap di level US$66,64 per di New York Merchantile Exchange. Harga minyak Brent untuk pengiriman Juni 2018 di level US$71,67 per barel di ICE Futures Europe, level tertinggi dalam hampir empat tahun terakhir.
“Ketegangan geopolitik mempengaruhi harga sekarang dan akan mengangkat harga minyak mentah lebih tinggi lagi jika ketegangan itu bertahan,” kata Fatih Birol, Direktur Eksekutif Badan Energi Internasional (IEA), dilansir dari Bloomberg, Kamis (12/4/2018).
Arab Saudi, produsen utama OPEC pada Rabu (11/4) mengatakan, pihaknya mencegat serangan rudal oleh pemberontak Yaman yang dianggap didukung oleh anggota kelompok Iran. Hal itu terjadi setelah Presiden AS Donald Trump memperingatkan Rusia akan tindakan militer segera di Suriah.
“Pasar minyak sangat terkait dengan ketegangan geopolitik, terutama jika mereka berada di Timur Tengah, jantung global ekspor minyak,” ujar Birol. Jika ketegangan terus berlanjut, maka akan memberi dampak kepada pasar minyak sehingga mendorong harga.
“Risiko geopolitik telah mendongkrak pasar [minyak] ke level tertinggi lebih dari tiga tahun. Ini adalah hari pertama dalam waktu yang lama bahwa arah pasar minyak mentah dan arah pasar saham telah menyimpang,” kata Thomas Finlon, Direktur Energy Analytics Group LLC di Wellington, Florida.
Adapun, First Abu Dhabi Bank dalam publikasi risetnya, Kamis (12/4), memaparkan bahwa geopolitik telah menjadi alasan utama yang kuat bagi harga minyak ke atas US$70 per barel. Level resistan harga minyak menurutnya berada di kisaran level US$77 per barel.
Selain itu, kekhawatiran terus berlanjut seiring dengan adanya perselisihan perdagangan yang berkepanjangan antara Amerika Serikat dan China yang memanas setelah sempat mereda juga turut memberi dampak kenaikan.