Bisnis.com, JAKARTA — Pergerakan saham sejumlah emiten semen masih dibayangi tren penurunan utilisasi sejak 2012 akibat kelebihan pasokan yang melanda sektor industri tersebut.
Berdasarkan data Bloomberg, pergerakan harga saham sejumlah emiten semen sepanjang periode berjalan 2018 masih berada dalam tren negatif. Sampai dengan penutupan perdagangan, Rabu (14/3), saham-saham PT Semen Indonesia (Persero) Tbk., PT Indocement Tunggal Perkasa Tbk., dan PT Semen Baturaja (Persero) Tbk., cenderung bergerak terkonsolidasi.
Sebagai contoh, saham Semen Baturaja bergerak dengan tren negatif 17,37% selama periode berjalan atau year to date (YTD) 2018. Hingga akhir perdagangan Rabu (14/3/2018), harga saham emiten berkode SMBR itu berada di level Rp3.140 per saham.
Sementara itu, pergerakan harga saham Indocement Tunggal Perkasa secara ytd 2018 negatif 7,52%. Hari ini (14/3), harga terkoreksi 100 poin atau 0,49% ke level Rp20.300 per saham.
Di sisi lain harga saham Semen Indonesia menguat terbatas sepanjang periode berjalan 2018. Pergerakan harga emiten berkode saham SMBR itu positif 5,81%.
Frankie Wijoyo Prasetio, Branch Manager Phintraco Sekuritas Medan menilai saham sektor semen masih kurang disukai meski konsumsi Februari 2018 meningkat 5% secara year on year. Pasalnya, saham di sektor tersebut memilik price earning ratio yang tinggi namun tidak sejalan dengan earning growth.
Baca Juga
Dia menyebut saat ini saham sektor semen diperdagangan tidak dengan PER yang murah. Sebagai contoh, PER SMGR 20 kali, INTP 35 kali, dan SMBR 212 kali.
“Secara sektoral memang sektor semen sedang mengalami pelemahan,” jelasnya saat dihubungi Bisnis.com, Rabu (14/3).
Dalam risetnya, Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia Mimi Halimin menjelaskan bahwa industri semen bergantung kepada sektor properti dan infrastruktur. Sayangnya, setelah memuncak pada 2013, pertumbuhan sektor properti masih melambat dengan pemulihan yang belum signifikan.
Mimi menilai sektor properti masih menghadapi beban berat dengan adanya kenaikan tingkat suku bunga pada 2018 dari 4,25% menjadi 4,75%. Padahal, sensitifitas sektor tersebut terhadap suku bunga sangat tinggi.
Dari segi pembangunan infrastruktur, lanjutnya, saat ini memang masih menjadi prioritas. Akan tetapi, terjadi peningkatan jumlah proyek turnkey yang membuat arus kas perusahaan menjadi lebih ketat.