Bisnis.com, JAKARTA – Pelemahan rupiah akibat tekanan dari sentimen eksternal diperkirakan sedikit mereda pada pekan depan.
Analis Asia Trade Point Futures, Andri Hardianto menuturkan pada pekan depan ada potensi penguatan pada rupiah setelah mengalami pukulan atas penguatan dolar AS.
“Pekan depan saya cukup optimistis ada ruang penguatan untuk rupiah, seiring dengan meredanya aksi pembelian dolar setelah semalam presiden Trump menyiratkan potensi trade war dengan menaikan tarif impor,” papar Andri ketika dihubungi Bisnis.com, Jumat (2/3/2018).
Seperti diketahui, Trump pada Kamis (1/3) telah mengumumkan rencana pengenaan tarif impor untuk baja dan aluminium. Pernyataan Trump mengundang reaksi pelemahan pada greenback hingga turun dari level tertinggi 6 pekan.
Terpantau, indeks dolar AS yang mengukur kekuatan kurs dolar AS melemah sepanjang Jumat (2/3) hingga mencapai level 90,168 pada pukul 16.54 WIB. Sebelumnya, dolar AS ditutup melemah 0,31% di posisi 90,324. Indeks merosot dari level tertinggi sejak 19 Januari di posisi 90,932 setelah Trump mengumumkan penerapan tarif impor tersebut. “Di sisi lain, kesiapan Bank Indonesia untuk intervensi juga membuat pasar menjadi lebih tenang,” lanjutnya.
Andri menjelaskan, perlakuan intervensi yang dilakukan oleh Bank Indonesia juga akan mendorong rupiah untuk kembali stabil dengan kecenderungan menguat. Apalagi, data inflasi dirilis positif, menyusul data—data domestik lainnya pada pekan depan yang diprediksi naik. “Diperkirakan pada Senin (5/3), rupiah akan bergerak dalam rentang Rp13.680—Rp13.740 per dolar AS,” tuturnya.
Baca Juga
Sebelumnya, Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI Doddy Zulverdi menuturkan, pergerakan rupiah hingga sempat menyentuh level Rp13.800 per dolar AS merupakan tingkat yang berlebihan.
“Level tersebut [Rp13.800] sebenarnya sudah undervalued, sehingga kami masuk ke pasar valuta asing untuk melakukan intervensi,” kata Doddy di Gedung BI, Kamis (1/3).