Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Proyeksi Defisit Pasokan, Harga Tembaga Lanjutkan Penguatan

International Copper Study Group (ICSG) melaporkan defisit pasar sampai 2018 dapat mencapai 170.000 ton.
Ilustrasi kawat tembaga./Bloomberg-Andrey Rudakov
Ilustrasi kawat tembaga./Bloomberg-Andrey Rudakov
Bisnis.com, JAKARTA--International Copper Study Group (ICSG) melaporkan defisit pasar sampai 2018 dapat mencapai 170.000 ton.
 
Pada penutupan perdagangan Selasa (24/10/2017), harga tembaga di London Metal Exchange (LME) meningkat 31,50 poin atau 0,45% menuju US$7.035 per ton. Sebelumnya harga sempat mencapai US$7.134,50 pada 16 Oktober 2017 yang menjadi level tertinggi sejak 24 Juli 2014 di posisi US$7.169,50.
 
Sepanjang 2017, harga tembaga menguat 27,10%. Pertumbuhan ini tertinggi kedua di antara kenaikan harga logam industri lainnya.
 
Seperti dikutip dari Bloomberg, ICSG menyebutkan defisit pasar tembaga masih akan berlanjut sampai 2018 akibat pertumbuhan permintaan. 
 
Konsumsi tembaga global pada 2017 akan meningkat 1% year on year (yoy), kemudian naik 2% yoy pada 2018. Adapun produksi olahan meningkat 1%yoy pada tahun ini dan 4%yoy pada tahun depan.
 
oldman Sach Group Inc. dalam laporannya menyebutkan reli harga tembaga yang melewati level US$7.000 per ton sebagian besar ditopang faktor fundamental, termasuk pertumbuhan suplai yang melambat dan pelemahan dolar AS.
 
Analis Goldman Sachs termasuk Hui Shan menyebutkan, harga tembaga pada akhir 2018 dapat mencapai level US$7.050 per ton. Estimasi tersebut meningkat dari proyeksi sebelumnya sebesar US$5.500 per ton. Sentimen utama yang menopang harga ialah pertumbuhan ekonomi global yang mendorong sisi konsumsi.
 
Dalam jangka panjang hingga 2022, pasar tembaga diperkirakan bergerak stabil. Oleh karena itu, dalam rentang waktu tersebut harga dapat menembus level US$8.000 per ton. 
 
Pasar tembaga global diprediksi mengalami defisit sampai 2018 sebesar 130.000 ton, berbalik dari estimasi surplus sebelumnya sejumlah 150.000 ton. Adapun pada 2019—2021, pasar cenderung seimbang, kemudian mengalami defisit lagi sekitar 100.000 ton pada 2022.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hafiyyan
Editor : Ana Noviani
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper