Bisnis.com, JAKARTA—Investor asing terpantau terus mengurangi kepemilikannya dalam obligasi pemerintah dan cenderung menghindari pasar primer selama beberapa pekan terakhir.
Berdasarkan data DJPPR Kementerian Keuangan, posisi kepemilian asing dalam Surat Berharga Negara (SBN) tradeable per Senin (9/10) adalah senilai Rp808,34 triliun atau setara 39,22% dari total outstanding Rp2.060,78 triliun.
Posisi kepemilikan asing ini telah berkurang senilai Rp11,03 triliun bila dibandingkan dengan posisi kepemilikan asing pada akhir September lalu. Saat itu, kepemilikan asing mencapai Rp819,37 triliun, atau 40,03% dari total outstanding Rp2.046,93 triliun.
Pada bulan ini, asing terpantau tidak saja mengurangi kepemilikannya pada SBN di pasar sekunder, tetapi juga menghindari masuk di pasar perdana. Keterlibatan asing dalam lelang Surat Utang Negara (SUN) yang digelar pada Selasa (3/10) pekan lalu juga sangat minim.
Berdasarkan data DJPPR tentang hasil settlement lelang SUN itu pada Kamis (5/10), posisi kepemilikan asing pada SUN justru berkurang Rp1,16 triliun dibandingkan hari sebelumnya, padahal outstanding SUN bertambah Rp17,85 triliun dari hasil lelang itu.
Hal ini mengindikasikan rendahnya permintaan asing pada lelang SUN itu. Lelang tersebut memang hanya mendulang total permintaan investor senilai Rp34,14 triliun, jauh lebih rendah dibandingkan empat lelang SUN sebelumnya yang rata-rata di atas Rp50 triliun.
Baca Juga
Sementara itu, lelang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau sukuk pada Selasa (10/10) kemarin juga mendapat permintaan relatif rendah.
Permintaan investor hanya Rp17,32 triliun, padahal dalam tiga lelang sukuk sebelumnya permintaan investor stabil di atas Rp26,4 triliun.
I Made Adi Saputra, fixed income analyst MNC Sekuritas, mengatakan keluarnya asing erat terkait dengan pelemahan rupiah beberapa waktu belakangan. Rupiah yang saat ini cenderung bergerak di kisaran Rp13.500 per dolar menambah kekhawatiran asing terhadap potensi pelemahan lebih lanjut.
Hal ini terkait erat dengan sentimen pengetatan moneter Amerika Serikat yang akan dimulai bulan ini serta proposal pemangkasan pajak oleh Presiden Donald Trump.
Di sisi lain, data realisasi penerimaan pajak negara per September 2017 yang baru sekitar 60% dari target menambah sentimen negatif dari sisi domestik.
Pasar menjadi lebih waspada terhadap kemungkinan pemerintah menambah utang untuk menutup defisit anggaran sehingga likuiditas pasar mengetat.
“Sebenarnya mereka juga memanfaatkan momentum ini karena selama ini masuk terus-terusan. Sekarang momentumnya pas, rupiah terdepresiasi, sementara yield lagi sangat rendah, sehingga lebih baik bagi mereka untuk profit taking,” katanya, Selasa (10/10/2017).
Ramdhan Ario Maruto, associate director fixed income Anugerah Sekuritas Indonesia, mengatakan bahwa permintaan investor di pasar primer lelang sukuk kemarin yang berada di bawah Rp20 triliun mencerminkan sikap hati-hati pasar karena ketidakpastian eksternal semakin meningkat.
Kendati begitu, tuturnya, keluarnya asing di pasar sekunder masih relatif rendah bila dibandingkan total arus masuk modal asing sepanjang tahun ini. Hingga Senin (9/10), asing masih tercatat net buy Rp142,53 triliun.
“Makroekonomi internal kita masih sangat bagus, meskipun kondisi saat ini menyebabkan asing agak profit taking. Biasanya mereka akan masuk lagi pas momennya bagus karena pasar kita bagi mereka sangat bagus, yield kita dibandingkan negara lain masih tertinggi,” katanya.