Bisnis.com, JAKARTA - Perusahaan pembiayaan otomotif PT Bussan Auto Finance untuk pertama kalinya akan menerbitkan obligasi senilai Rp500 miliar setelah 20 tahun beroperasi.
Obligasi yang mendapatkan peringkat idAA dari Pefindo tersebut akan diterbitkan dalam 2 seri, yakni Seri A tenor 370 hari dan Seri B tenor 3 tahun. Dana hasil penerbitan obligasi tersebut akan digunakan untuk modal kerja pembiayaan.
Shinichiro Shimada, Presiden Direktur Bussan Auto Finance, mengatakan bahwa perseroan memutuskan untuk mulai menerbitkan obligasi tahun ini karena melihat tren imbal hasil di pasar sedang sangat rendah.
Selain itu, setelah 20 tahun berdiri, perseroan ingin lebih mandiri dalam mengusahakan permodalan, tidak saja mengandalkan pemegang saham melulu. Adapun, pememgang saham perseroan saat ini yakni Mitsui sebesar 70%, Yamaha 20% dan PT Ciptadana Capital 10%.
“Di usia 20 tahun sekarang kami harus mandiri. Bila penawaran obligasi ini hasilnya bagus, mungkin di masa depan kami akan IPO, tetapi kami belum tahu. Apakah sekarang ada rencana IPO? Tidak. Tetapi kalau ditanya apakah kami ingin IPO? Iya,” katanya, Kamis (5/10/2017).
Rayendra L. Tobing, Head of Investment Banking PT Indo Premier Sekuritas, selaku penjamin pelaksana emisi efek, mengatakan bahwa masa penawaran awal obligasi ini berlansung pada 3-17 Oktober 2017.
Indikasi tingkat bunga untuk kedua seri yang ditawarkan masing-masing adalah Seri A 6,25%-7,00% dan Seri B 7,25%-8,00%. Dengan peringkat idAA, obligasi ini dijamin dengna piutang lancar perseroan dengan nilai jaminan minimal 60% dari nilai pokok obligasi, sementara kupon akan dibayarkan tiap tiga bulan.
“Kami optimis obligasi ini akan mendapatkan sambutan positif dari investor karena memiliki rating yang baik, prospek usaha yang masih menjanjikan serta dukungan pemegang saham bereputasi baik dan tim manajemen BAF yang berpengalaman di industri pembiayaan,” ungkapnya.
Lynn Ramli, Wakil Presiden Direktur Bussan Auto Finance, mengatakan bahwa saat ini perseroan optimistis dapat membukukan laba bersih tahun ini dua kali lipat dibandingkan tahun lalu. Pada 2016, laba bersih perseroan mencapai Rp82 miliar, melonjak drastis dari tahun 2015 yang hanya Rp3 triliun.
Padahal, tahun lalu pendapatan perseroan justru turun 9% yoy terhadap 2015, dari Rp2,39 triliun menjadi Rp2,18 triliun akibat kondisi industri sepeda motor yang masih lesu. Lonjakan laba terjadi karena perseroan bisa menekan beban pembiyaan dan beban operasional lainnya serta beban umum.
Untuk periode lima bulan tahun ini pun pendapatan perseroan turun dibandingkan periode yang sama tahun lalu, dari Rp931 miliar menjadi Rp868 miliar. Namun, laba bersih perseroan lebih tinggi, yakni Rp35 triliun, sementara tahun lalu Rp20 triliun. Return on assets (ROA) pun meningkat dari semula 0,56% menjadi 1,15%.
“Kami melihat masih banyak potensi pembiayaan motor. Hingga 31 Mei 2017, pangsa pasar Yamaha 23% dan sebagai pemain utama untuk pembiayaan roda dua Yahama pangsa pasar kami 20% tahun lalu dan tahun ini 23%,” katanya.
Lynn mengatakan, saat ini 90% dari pendapatan perseroan disumbang dari pembiayaan untuk motor baru Yamaha, sementara 10% terdiversifikasi untuk pembiayaan multiguna, syariah, dan pertanian. Rencana jangka panjang perseroan adalah meningkatkan diversifikasi usaha sehingga kontribusi lini pembiayaan lain menjadi lebih tinggi, setidaknya mencapai 40%-50%.
Adapun, perkiraan tanggal efektif dari OJK terhadap penawaran obligasi perseroan diperkirakan pada 26 Oktober 2017. Dengan begitu, periode penawaran umum dapat dilakukan pada 30-31 Oktober 2017.
Penjatahan, pembayaran dan distribusi elektrobik secara berturut-turut harapannya akan dilakukan pada 1-3 November 2017. Keesokan harinya, obligasi perseroan diharapkan akan dicatat di Bursa Efek Indonesia.