Bisnis.com, JAKARTA--Harga batu bara dan mineral diprediksi melanjutkan tren penguatan seiring dengan membaiknya faktor fundamental, kecemasan risiko geopolitik, dan lesunya dolar AS.
Direktur Utama PT Garuda Ibrahim menyampaikan, harga batu bara dan mineral cenderung menguat sampai akhir 2017. Sentimen fundamental antara volume suplai dan permintaan menjadi faktor utama.
Selain itu, harga komoditas terbantu oleh risiko ketegangan geopolitik global di seputar AS dan Korea Utara. Sentimen ini memicu pelemahan dolar dan sikap pasar yang mewaspadai kekurangan stok, sehingga aksi beli meningkat.
"Pelaku pasar komoditas terlihat enjoy dengan kondisi harga sekarang," tuturnya saat dihubungi Bisnis.com, Minggu (3/9/2017).
China masih menjadi aktor utama yang menggerakkan harga batu bara dan komoditas logam. Harga berpeluang menguat seiring dengan ekspansi pertumbuhan ekonomi negara tersebut dan intervensi pembatasan pasokan.
Untuk batu bara, musim dingin yang terjadi pada pertengahan November 2017—Februari 2018 bakal menaikkan sisi konsumsi. Oleh karena itu, harga diperkirakan dapat melampaui level US$100 per ton sampai akhir Tahun Ayam Api.
Pada penutupan perdagangan Jumat (1/9), harga batu bara Newcastle kontrak September 2017 naik 0,50 poin atau 0,52% menuju US$95,80 per ton. Sepanjang 2017, harga meningkat 22,77%.
Adapun pada 2018, harga batu bara diperkirakan masih stabil bergerak di kisaran US$70—US$100 per ton. Kestabilan harga berjalan seiring dengan dengan peningkatan konsumsi domestik di negara-negara eksportir utama seperti Indonesia dan Australia.
Sementara itu, ketegangan geopolitik dan pelemahan dolar AS berpotensi melambungkan harga emas. Batu kuning berpeluang menuju level US$1.337 per troy ounce, dan bila terjadi break dapat mengincar posisi US$1.375 per troy ounce.
Pada perdagangan Senin (4/9/2017) pukul 11.32 WIB, harga emas spot naik 8,33 poin atau 0,63% menuju US$1.333,56 per troy ounce. Sepanjang tahun berjalan harga menguat 16,21%.
Baca Juga
Dari segmen logam industri, aluminium dan tembaga akan menjadi primadona karena perbaikan fundamental. Sentimen utama yang mendorong harga ialah pengurangan suplai dari sejumlah produsen utama dan bertumbuhnya permintaan.
Pada penutupan perdagangan Jumat (1/9) di LME, harga tembaga naik 47 poin atau 0,69 poin menuju US$6.853 per ton. Sepanjang tahun berjalan harga tumbuh 23,48%.
Adapun aluminium meningkat 19 poin atau 0,9% menjadi US$2.136 per troy ounce. Harga menghijau 26,27% sepanjang 2017, tertinggi di antara logam industri lainnya.
Ibrahim meyakini harga kedua logam dapat terus meningkat. Sampai akhir 2017, harga aluminium berpotensi mencapai US$2.400 per ton dan tembaga menuju US$7.000 per ton.
Secara keseluruhan, pasar tetap memantau langkah-langkah pengetatan kebijakan moneter bank sentral, terutama Federal Reserve. Keputusan ataupun isu mengenai kenaikan suku bunga bakal menguatkan dolar AS dan berbalik menekan harga komoditas.