Bisnis.com, JAKARTA – Pergerakan bursa saham di Eropa turun pada perdagangan hari ini, Selasa (11/7/2017), di saat kinerja produsen energi terjebak dalam pelemahan harga minyak yang membalikkan penguatan sebelumnya.
Indeks Stoxx Europe 50 turun 0,3% pada pukul 11.14 pagi waktu London (pukul 17.14 WIB), setelah menguat 0,4% pada perdagangan Senin.
Sementara itu, harga minyak WTI terpantau melemah 0,68% atau 0,30 poin ke US$44,10 per barel pada pukul 17.27 WIB, setelah dibuka dengan kenaikan 0,41% di posisi 44,58.
Harga minyak WTI gagal menembus US$45 per barel setelah Goldman Sachs Group Inc. memperingatkan bahwa langkah-langkah yang dilakukan oleh organisasi negara-negara pengekspor minyak (OPEC) untuk menghapus surplus global tidak akan cukup tanpa penurunan jumlah persediaan yang berkelanjutan dan berkurangnya jumlah rig.
Pembalikan tersebut telah menimbulkan keraguan yang meningkat atas reli aset berisiko yang telah membawa gerak saham ke posisi tertinggi sepanjang masa.
Di sisi lain, para analis telah mulai mengurangi proyeksi mereka untuk laporan laba perusahaan di tengah kekhawatiran atas valuasi yang meningkat.
Adapun sejumlah bank sentral menarik risiko stimulus yang dilancarkan selama hampir satu dekade meskipun data makro menunjukkan prospek yang beragam, sehingga menciptakan kekhawatiran terhadap potensi terkikisnya pemulihan ekonomi global.
“Banyaknya komentar bernada lebih hawkish dari sejumlah bank sentral utama pada pekan-pekan terakhir kuartal kedua di pasar mempertanyakan apakah hasil win-win bagi investor dapat benar-benar berlanjut,” kata pakar strategi JPMorgan Asset Management dalam risetnya, seperti dikutip dari Bloomberg.
Menurut JPMorgan, investor saat ini perlu memutuskan mana yang lebih penting untuk pasar aset, apakah kebijakan moneter atau keadaan pemulihan yang mendasarinya.
Fokus pasar saat ini tertuju pada testimoni kebijakan moneter semi tahunan di depan Kongres oleh Gubernur The Fed Janet Yellen yang akan berlangsung pertengahan pekan ini. Yellen diperkirakan akan mengkonfirmasi penaikan suku bunga lebih lanjut dan penyusutan neraca yang akan datang.