Bisnis.com, JAKARTA—Tren penurunan indeks harga obligasi sepanjang pekan lalu akibat keluarnya sejumlah investor asing dari pasar surat utang Indonesia diperkirakan hanya menjadi tren jangka pendek, kendati kemungkinan masih akan berlanjut sepanjang kuartal ketiga tahun ini.
Selama sepekan terakhir atau memasuki awal semester kedua tahun ini, pasar obligasi Indonesia ditandai oleh tren bearish, ditengarai karena hengkangnya sejumlah investor asing dari pasar obligasi Indonesia.
Indeks harga obligasi Indonesia selama sepekan kemarin sejak 30 Juni 2017 hingga 7 Juli 2017 telah menunjukkan koreksi sebesar 1,16% dari posisi 227,59 menjadi 224,93.
Koreksi terdalam terjadi pada dua hari terakhi 6-7 Juli 2017 yang mana ICBI turun hingga 2,39 poin atau 1,05%. Penurunan pun masih berlanjut pada perdagangan Senin (10/7/2017), dengan tingkat koreksi 0,18%.
Bersamaan dengan itu, data posisi kepemilikan asing dalam Surat Berharga Negara (SBN) hingga 6 Juli 2017 menunjukkan penurunan dari 39,47% pada akhir Juni menjadi 39,00% dari total SBN senilai Rp1.953,9 triliun.
Pada pasar Surat Utang Negara (SUN), kepemilikan asing sudah meninggalkan posisi puncaknya yang konsisten di atas 45% sepanjang Juni lalu, turun menjadi 44,91% pekan lalu. Porsi asing pada Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) pun terkoreksi dari posisi tertingginya bulan lalu pada 6,51% kini menjadi 6,32%.
Anup Kumar, Senior Fixed Income Analyst Maybank Indonesia, mengatakan tekanan tehadap pasar obligasi dalam negeri saat ini lebih disebabkan karena sentimen negatif dari dalam negeri, yakni adanya pernyataan pemerintah yang memprediksi defisit anggaran tahun ini akan mencapai 2,92%.
“Ini merupakan defisit paling lebar sepanjang sejarah sejak 2003 di mana Indonesia mengharuskan budjet deficit itu paling besar 3%. Itu ditanggapi negatif oleh investor sehingga adanya dana asing yang keluar dari pasar SUN kita,” katanya, Senin (10/7/2017).
Pada Kamis (6/7/2017) lalu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasional memang mengatakan hal tersebut di DPR. Proyeksi defisit 2,92% diperoleh setelah menimbang proyeksi penerimaan dan belanja negara tahun ini berdasarkan usulan APBN-P 2017 yang disampaikan pekan lalu.
Meski begitu, Darmin menjamin defisit budjet tidak akan mencapai tingkat tersebut sebab pemerintah akan berupaya mengendalikannya melalui penghematan belanja kementerian dan lembaga hingga Rp16 triliun. Darmin memproyeksikan defisit hanya akan mencapai 2,67% tahun ini.
Anup mengatakan, jumlah dana asing yang keluar dari pasar obligasi negara sejatinya relatif kecil, di bawah Rp15 triliun. Padahal, sepanjang semester pertama lalu, dana asing yang masuk di pasar SUN sudah mencapai lebih dari Rp90 triliun.
Namun, mekanisme pasar obligasi Indonesia yang mana investor bisa membeli melalui dua jalur, yakni pasar primer dan sekunder, tetapi hanya bisa menjual melalui pasar sekunder menyebabkan penurunan harga mudah terjadi ketika terjadi tekanan jual oleh asing.
Meski demikian, menurutnya tekanan ini hanya bersifat temporer sebab alasan di balik defisit anggaran pemerintah adalah karena hal yang produktif, bukan semata konsumtif. Pemerintah ingin mengejar penyelesaian proyek infrastruktur, kendati target penerimaan terbatas, sehingga sentimennya justru positif untuk jangka panjang.
Hanya saja, sentimen ekonomi global juga turut berpengaruh terhadap pasar obligasi saat ini, misalnya wacana peningkatan suku bunga The Fed atau kebijakannya untuk menarik kembali dana-dana yang beredar pasca quantitative easing yang mana telah mendorong peningkatan yield US Treasury.
“Mungkin kurang dari tiga bulan ini pasar SUN kita masih akan sedikit di territory bearish, tetapi mungkin sampai akhir tahun akan ada penguatan kembali ketika ada beberapa sentimen positif yang kembali ke pasar karena fundamental Indonesia masih oke,” katanya.
Roby Rushandie, Analis Indonesia Bond Price Index, menilai faktor eksternal lebih banyak pengaruhnya dalam fenomena penurunan indek obligasi saat ini. Adanya rencana pengurangan stimulus dari sejumlah bank sentral global, seperti bank sentral Eropa, Inggris, Amerika dan Kanada menjadi faktor utama.
Hal ini menyebabkan investor mengekspektasikan likuiditas global akan mengetat. Apalagi, dalam beberapa pekan terakhir harga minyak mengalami koreksi. Di sisi lain, katalis positif yang mendorong kinerja pasar obligasi ke arah positif masih terbatas.
“Walaupun demikian, para bank sentral itu masih belum menentukan mulai kapan pengetatan moneter dilakukan. Jadi, masih ada peluang tren akan berbalik,” katanya.
Roby menilai, sentimen positif dari dalam negeri selama ini justru menahan penurunan indeks menjadi lebih terbatas. Beberapa di antaranya misalnya stabilnya kurs rupiah, inflasi yang terkendali, pertumbuhan ekonomi yang bertahan di atas 5%, serta penetapan peringkat layak investasi oleh S&P.
I Made Adi Saputra, Analis Obligasi MNC Sekuritas, mengatakan selama data-data ekonomi terbaru belum dirilis, faktor eksternal lebih besar pengaruhnya terhadap kinerja pasar obligasi pemerintah. Sentimen positif dari dalam negeri, seperti peringkat dari S&P sudah difaktorkan investor bahkan sejak tahun lalu, sehingga efeknya kini sudah relatif terbatas.
Meski demikian, menurutnya investor masih selektif dalam melepas surat utang Indonesia, tidak serta-merta menjual di semua tenor. Made mengatakan, dalam perdagangan akhir pekan lalu, SBN tenor panjang lebih banyak mengalami koreksi dibandingkan tenor pendek.
Pasar obligasi global saat ini memang tengah ditandai oleh meningkatnya yield surat utang dari sejumlah negara, baik negara maju maupun berkembang. Dua surat utang yang menjadi indikator pasar, yakni US Treasury dan Germand Bund pun mengalami peningkatan cukup tinggi sehingga berpengaruh pada perspektif investor pada pasar surat utang global.
Berdasarkan data IBPA, yield US Treasury untuk tenor 10 tahun pada 6 Juli 2017 ditutup pada 2,37%, atau tumbuh 1,5%. Ini menjadi level tertingginya sejak 11 Mei 2017. Demikian pula untuk Germand Bund tenor 10 tahun ditutup pada 0,56%. Posisi ini meningkat 18,86%.
Handy Yunianto, Head of Fixed Income Research Mandiri Sekuritas, mengatakan permintaan terhadap SBN di masa mendatang masih berpotensi meningkat dengan catatan pemerintah mampu menjaga data-data ekonomi dalam negeri pada posisi yang baik.
Peningkatan inflasi yang relatif rendah pada lebaran lalu menjadi indikasi positif yang memberi kepercayaan terhadap kinerja pemerintah, sehingga bisa diharapkan investor domestik dan asing masih akan tetap meminati surat utang pemerintah.
BI juga diperkirakan tidak akan menaikkan suku bunganya sehingga masih akan mendukung penerbitan surat utang pemerintah berikutnya.