Bisnis.com, JAKARTA — Harga gandum melonjak seiring dengan proyeksi berkurangnya panen dari Amerika Serikat, sebagai produsen terbesar di dunia, pada musim semi.
Pada penutupan perdagangan Senin (3/7/2017) di Chicago Board of Trade (CBOT) harga gandum kontrak teraktif September 2017 naik 0,29 poin atau 5,51% menuju US$555 sen per bushel. Pancapaian tersebut menunjukkan harga meningkat dalam 5 sesi terakhir sebesar 19,23%.
Chief analyst Northstar Commodity Investment Co. Mark Schultz menyampaikan reli harga gandum disebabkan cuaca AS yang mengering. Suhu di wilayah pertanian dapat mencapai 100 derajat farenheit atau 38 derajat celcius, sehingga mengurangi potensi hasil panen.
“Harga gandum akan mencapai puncak baru karena hasil panen semakin kecil setiap harinya,” ujarnya seperti dikutip dari Bloomberg, Selasa (4/7/2017).
Apalagi, pasar merespons pernyataan Departemen Pertanian AS (USDA) perihal berkurangnya luasan area perkebunan saat musim semi. Area perkebunan produksi diperkirakan turun menjadi 10,9 juta hektare.
Selain di AS, cuaca panas juga melebar ke wilayah utara dan kini mengancam Kanada. Eropa Barat juga mengalami hal yang sama, sehingga mengancam potensi panen gandum dalam beberapa pekan terakhir.