Bisnis.com, JAKARTA--Dampak El Nino yang berlangsung sejak 2015 berdampak lebih besar terhadap industri minyak kelapa sawit dibandingkan fenomena serupa pada dekade sebelumnya. Berkurangnya tingkat produksi membuat harga CPO menembus level 3.000 ringgit per ton.
Pada penutupan perdagangan Selasa (6/12), harga CPO kontrak Februari 2017 naik 48 poin atau 1,53% menuju 3.183 ringgit (US$715,2) per ton.
Joni Wintarja, analis NH Korindo Sekuritas, dalam risetnya memaparkan sejak 2015 industri minyak kelapa sawit merasakan kesulitan produksi akibat fenomena El Nino yang datang setiap 10 tahun. Namun kali ini dampaknya terasa lebih signifikan dibandingkan dekade lalu.
Diperkirakan efek El Nino yang memangkas produksi tandan buah segar atau TBS akan benar-benar berkurang setelah kuartal I/2017. Harga CPO pun kini terdongkrak ke atas 3.000 ringgit per ton.
Dalam jangka panjang atau tahun depan, reli harga CPO dapat berakhir akibat produktivitas yang meningkatkan jumlah pasokan menjadi surplus. Program penggunaan bahan bakar biodiesel B20 akan menjadi penyelamat konsumsi domestik.
"Kebijakan ini setidaknya menjaga jumlah pasokan dan permintaan di dalam negeri pada posisi stabil," ujarnya dalam laporan yang dikutip Bisnis.com, Selasa (6/12/2016).
Sementara itu, JP Morgan mengatakan, setelah efek El Nino meredup, harga CPO masih ditopang faktor fundamental, yakni pelaksanan program biodiesel di Indonesia dan perkembangan volume biofuel di AS. Konsumsi biodiesel Indonesia naik sebesar 175% pada 2016 menuju 2,25 juta kilo liter, dan 26% pada 2017 menjadi 2,85 juta kilo liter.
US Environmental Protection Agency (EPA) menargetkan pemakaian bahan bakar nabati pada 2017 sebesar 19,28 miliar galon, naik 6% dari tahun sebelumnya 18,11 miliar galon. Sekitar 1,9 miliar --2 miliar galon menggunakan minyak kedelai, dan direncanakan naik menjadi 2,1 miliar galon pada 2018.