Bisnis.com, JAKARTA-- Harga minyak kelapa sawit atau CPO meningkat ke level tertinggi dalam empat tahun terakhir seiring dengan pelemahan ringgit dan membaiknya faktor fundamental. Reli harga diprediksi terus berlanjut sampai kuartal I/2017.
Pada penutupan perdagangan bursa Malaysia Senin (28/11), harga CPO untuk kontrak teraktif Februari 2017 meningkat 45 poin atau 1,48% menuju 3.077 ringgit (US$692,32) per ton. Ini menunjukkan harga sudah meningkat 24% sepanjang tahun berjalan sekaligus mencatatkan posisi tertinggi sejak Agustus 2012.
David Ng, derivatives specialist Phillip Futures, mengatakan kenaikan harga CPO terutama didukung oleh pelemahan mata uang ringgit atas dolar AS. Sejumlah analis terkemuka pun meyakini CPO mengalami tren bullish sampai kuartal I/2017.
Pada penutupan perdagangan hari ini, ringgit kembali melemah 0,12% menuju 4,46 per dolar AS. Sebelumnya, ringgit mengalami penguatan selama 2 hari.
Sementara dari sisi fundamental, masalah defisit suplai masih membayangi pasar. Produksi minyak kelapa sawit Malaysia pada periode November diperkirakan masih akan merosot.
Data Malaysian Palm Oil Board (MPOB) menunjukkan persediaan CPO pada Oktober naik sedikit 1,8% secara bulanan (mont on month/ mom) menuju 1,57 juta ton dari sebelumnya 1,55 juta ton. Namun, secara tahunan (year on year/yoy) angka tersebut turun 44,5%.
Tren kenaikan persediaan ini sejalan dengan musim puncak produksi pada kuartal keempat 2016. Di sisi lain, pelemahan ekspor memicu tumbunya stok.
Produksi CPO pada Oktober turun 17,6% yoy dan 2,2% mom menuju 1,68 juta ton, yang disebabkan lesunya produksi di wilayah Peninsula Malaysia dan Sabah-Serawak masing-masing 16,4% dan 1,7% mom serta 19% yoy dan 2,6% mom. Sepanjang sepuluh bulan 2016, produksi turun 15,6% yoy menjadi 14,27 juta ton.
Dorab Mistry, Eksekutif Godrej International Ltd., memaparkan harga CPO bisa mencapai 3.300 ringgit per ton dengan dukungan pelemahan mata uang Malaysia. Fenomena El Nino yang menyebabkan terhalangnya produksi juga menekan persediaan dan hasil panen para petani di Indonesia serta Malaysia.
Dia menurunkan proyeksi produksi CPO Malaysia pada 2016 menjadi 17,3 juta--17,4 juta ton dari sebelumnya 17,5 juta--17,7 juta ton. Sementara produksi Indonesia akan merosot ke 29 juta ton dibandingkan 2015 sebesar 32 juta ton.
Reli CPO juga didukung meningkatnya harga kedelai setelah pemerintah AS menaikkan kuota bahan bakar nabati (biofuel) pada tahun depan. Selain itu, pemilihan umum di Malaysia pada 2017 memberikan sentimen positif terhadap harga.
"Faktor-faktor ini kemungkinan membuat harga CPO mencapai 3.300 ringgit sampai akhir kuartal pertama tahun depan," ujar Mistry.
Dengan produksi minyak sawit yang bertumbuh tahun depan, program biodiesel diprediksi akan menjadi penopang harga CPO. Menurut Mistry, program ini memastikan produsen mendapatkan harga yang menguntungkan meski pasar sedang lesu.