Bisnis.com, JAKARTA—Perusahaan milik mantan Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie, PT Bakrie & Brothers Tbk., selaku induk kelompok Grup Bakrie, tengah mengajukan proposal restrukturisasi utang kepada kreditur senilai Rp8 triliun.
Direktur Utama Bakrie & Brothers Gafur Sulistyo Umar mengatakan perseroan telah mengajukan proposal dan melakukan pembicaraan dengan kreditur kakap. Proses pengajuan proposal diklaim telah mencapai 80%-90% dari seluruh tahapan.
"Sisanya enggak banyak, cuma besar-besar pegang [pinjaman] nya. Mereka terkait dengan Grup Bakrie yang lain. Mereka selesaikan itu dulu," ujarnya saat paparan publik, Jumat (25/11/2016).
Dalam laporan keuangan per 30 September 2016, pinjaman jangka pendek mencapai Rp1,69 triliun dengan utang jangka panjang yang jatuh tempo setahun Rp3,26 triliun. Secara keseluruhan, liabilitas perseroan mencapai Rp12,49 triliun dari akhir tahun lalu Rp13,12 triliun.
Tiga kreditur kakap emiten bersandi saham BNBR di antaranya Credit Suisse AG. Singapore Rp1,13 triliun, Mitsubishi Corporation Jepang Rp1,91 triliun, dan Eurofa Capital Investment Inc., Singapura senilai Rp1,34 triliun.
Pada awal Juni 2016, pemegang saham merestui penerbitan obligasi wajib konversi (OWK) senilai Rp990,69 miliar. Obligasi itu dirilis melalui rights issue sebanyak 19,81 miliar lembar saham baru setara 17,45% dari modal ditempatkan dan disetor penuh.
Saat itu, perseroan melakukan restrukturisasi pinjaman dengan 10 kreditur kakap. Bila restrukturisasi kali ini berhasil, ekuitas perseroan diklaim dapat berbalik positif.
Hingga kuartal III/2016, perseroan masih mencatatkan defisiensi modal senilai Rp3,07 triliun, lebih baik dari akhir tahun lalu Rp3,93 triliun. Total aset perseroan mencapai Rp9,42 triliun dari sebelumnya Rp9,18 triliun.
Pria yang akrab disapa Bobby Gafur itu mengaku telah melakukan pembicaraan restrukturisasi utang sejak 1,5 tahun silam dengan kreditur. Proposal restrukturisasi yang diajukan manajemen BNBR tengah dipertimbangkan oleh kreditur.
Dari total utang sekitar Rp9 triliun, sambungnya, perseroan telah melakukan obligasi wajib konversi senilai Rp1 triliun, sehingga tersisa Rp8 triliun. Pembicaraan restrukturisasi dilakukan terutama dengan tiga kreditur kakap dengan pilihan melalui OWK maupun perpanjangan tenor.
"Kalau kreditur melihat ada prospek saham, lebih baik OWK. Tapi kalau mau uang tunai, mending diperpanjang," katanya.
Bila ditelisik, Bumi Resources (BUMI) sebuah perusahaan tambang batu bara yang terafiliasi dengan Grup Bakrie, juga telah mendapatkan persetujuan restrukturisasi utang dengan para kreditur.
BUMI juga memiliki utang dari Credit Suisse AG. Singapore senilai US$203,8 juta yang terdiri dari pokok US$117,5 juta dan penalti US$86,3 juta.
"Kalau sudah damai di BUMI, mudah-mudahan restrukturisasi BNBR selesai tahun depan," ucapnya.
Kinerja BNBR hingga kuartal III/2016 merosot tajam. Pendapatan bersih perseroan ambrol 58,3% menjadi Rp1,38 triliun dari Rp3,32 triliun.
Beban pokok pendapatan berhasil ditekan 43,7% menjadi Rp1,27 triliun dari Rp2,26 triliun. Namun, laba kotor tak mampu tertolong dengan penurunan tajam 89,6% menjadi Rp110,38 miliar dari Rp1,06 triliun.
Kendati demikian, kinerja BNBR tertolong oleh keuntungan selisih kurs sebesar Rp531,98 miliar periode tersebut, dibandingkan dengan rugi Rp1,19 triliun. Sehingga, perseroan berhasil membukukan laba bersih Rp20,05 miliar dari rugi Rp603,59 miliar.
Direktur Keuangan BNBR Amri Aswono Putro menambahkan pada tahun depan perseroan akan menargetkan bisnis secara konservatif. Pasalnya, perseroan akan lebih banyak meningkatkan kapasitas terpasang ketimbang akuisisi perusahaan baru.
"Belanja modal sedang disusun secara konsolidasi, baru presentasi dari masing-masing bisnis unit," tuturnya.