Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pasar Asia Risau Jelang Kenaikan Bunga the Fed

Para pemilik saham tengah dilanda kekhawatiran menyusul bangkitnya perekonomian China serta momok agresif kenaikan suku Bunga AS yang memaksa investor global untuk menjual obligasi dan mata uang di kawasan itu.
bursa asia
bursa asia

Bisnis.com, SINGAPURA-- Para pemilik saham tengah dilanda kekhawatiran menyusul bangkitnya perekonomian China serta momok agresif kenaikan suku Bunga AS yang memaksa investor global untuk menjual obligasi dan mata uang di kawasan itu.

Data HSBC menunjukkan, secara keseluruhan hot money berjumlah sekitar US$3,2 miliar keluar dari pasa ekuitas Asia, tidak termasuk Jepang, selama periode Mei tahun ini, yang menjadi aliran terbesar sejak Januari 2016.
 
Pasar obligasi Indonesia dan Korea Selatan paling telak dihantam aliran dana keluar ini dan sekarang berupaya merebut kesempatan untuk membalikkan keadaan dengan menarik lebih banyak lagi aliran dana masuk atau capital inflow di tengah situasi jatuhnya mata uang Asia.

Beberapa pelaku pasar melihat arus keluar investasi asing di kelas aset Asia sebagai reaksi yang berlebihan, mengingat sejumlah langkah kebijakan telah dibuat untuk menopang pertahanan pelarian modal sejak 2013.

Tapi bagi orang lain, kegelisahan seputar rapat dewan gubernur The Fed yang kemungkinan besar akan menaikkan tingkat suku bunga acuan,  meningkatkan kekhawatiran terjadinya volatilitas mata uang ditambah lagi dengan kerisauan yang lebih jauh terkait situasi ekonomi riil yang China.

"Jika The Fed menaikkan rate pada Juni, mungkin akan terjadi pada saat ekonomi China melemah, dan bisa berarti bahwa mata uang China bakal semakin melemah lagi dan dan skenario pasar Asiaakan jatuh sebesar 5% sampai 10%,” kata Herald van der Linde, Kepala Strategi Ekuitas Asia Pasifik di HSBC di Hong Kong.

MSCI Asia Pacific ex-Jepang indeks dilaporkan naik 19% antara akhir Januari dan akhir April di tengah tengah berembusnya isu penaikan suku Bungan oleh The Fed, stabilisasi harga komoditas dan berharap ekonomi China akan pulih.

Menurunnya indeks sebesar 5% yang merupakan titik terendah dalam 12 pekan pada 24 Mei mengingatkan pasar pada aksi jual yang diikuti kenaikan suku bunga pertama dalam satu decade yang dilakukan oleh The Fed pada Desember.

Penurunan 5% ini dianggap merupakan suatu kejutan yang tidak diduga sebelumnya mengingat rata-rata perekonomian Asia relative lebih stabil dibandingkan dengan blok-blok emerging market lainnya, seperti Amerika Latin.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper