Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pembekuan Produksi Arab & Rusia: Harga Minyak Menghijau

Harga minyak terpantau pulih setelah Arab Saudi dan Rusia sebagai dua produsen terbesar di dunia setuju membekukan produksi.
/Ilustrasi
/Ilustrasi

Bisnis.com, DOHA--Harga minyak terpantau pulih setelah Arab Saudi dan Rusia sebagai dua produsen terbesar di dunia setuju membekukan produksi.

Kesepakatan ini terjadi di Qatar dalam pertemuan yang membahas prospek pasar emas hitam.

Pada perdagangan Selasa (16/2) pukul 18:40 WIB harga WTI kontrak Maret 2016 naik 0,25 poin atau 0,85% menjadi US$29,69 per barel. Sedangkan minyak Brent untuk pengiriman April 2016 harganya berada di level US$33,84 per barel, meningkat 0,45 poin atau 1,35%.

Menteri Perminyakan Arab Saudi Ali Al-Naimi mengatakan, negaranya masih ingin memuhi permintaan pelanggan sehingga hanya memangkas produksi seperti Januari kemarin. Dia menyebutkan, Rusia, Qatar, dan Venezuela juga turut serta dalam kesepakatan membekukan produksinya sementara.

Menurut data International Energy Agency (IEA), bulan lalu Saudi memproduksi 10,2 juta barel per hari, jauh di bawah puncak produksi pada Juni 2015 sebesar 10,5 juta barel per hari. Saat itu, Rusia juga menghasilkan hampir 10,9 juta barel per hari.

Menteri Energi Qatar Mohammed bin Saleh al-Sada menuturkan, pihaknya akan memimpin pemantauan pembekuan produksi minyak. Menurutnya, pasokan perlu dikurangi karena harga emas hitam yang terlampau rendah berakibat buruk bagi perekonomian dunia.

Head of Oil Consultants Petromatrix GmBh Olivier Jakob di Swiss berpendapat pembekuan tidak akan membuat pasar mengalami kestabilan secara langsung. Namun, pemangkasan produksi ini sangat berarti bagi perbaikan harga ke depannya.
 
Chief Analyst CMC Markets di Sydney Ric Spooner menyampaikan, adanya pertemuan antar negara produsen menjadi sebuh kemajuan. Namun, perjalanan untuk mencapai kesepakatan apalagi stabilisasi pasar minyak memerlukan waktu yang cukup panjang.

"Masih ada jalan panjang sekitar 12 sampai 18 bulan untuk mencari keseimbangan di pasar minyak. Apalagi, masih timbul anggapan pengurangan pasokan akan memberikan keuntungan bagi produsen lain yang mengambil pasarnya," ujarnya seperti dikutip dari Bloomberg, Selasa (16/2/2016).

Sepanjang 2016 minyak beberapa kali terjatuh di bawah level US$30 per barel, sehingga memberikan tekanan keuangan pada negara yang menggantungkan ekonominya di sektor emas hitam. Oleh karena itu, kesepakan ini menjadi titik cerah bagi harga minyak ke depannya.

Sebelumnya, Arab Saudi menegaskan pihaknya tidak akan mengurangi produksi untuk mengatasi banjirnya minyak dunia, kecuali negara-negara produsen utama di luar OPEC dapat bersikap kooperatif.

Menteri Energi Rusia Alexander Novak pun setuju Negeri Beruang Merah bisa mempertimbangkan pemangkasan produksi jika negara lain ikut bergabung melakukan langkah yang sama.

Namun, CEO Rosneft OJSC Igor Sechin menyangsikan bila negara produsen mau berkoordinasi memangkas suplai. Sebagai perusahaan pemasok minyak terbesar di Rusia, dia bersikeras mempertahankan penambangan untuk menjaga pasar yang sudah terbentuk.

OPEC dan non-OPEC telah melakukan diskusi sejak November 2014, ketika organisasi tersebut memberikan sinyal awal tidak akan memotong produksi untuk mendukung kestabilan harga. Saat itu, Arab Saudi, Venezuela, Rusia, dan Meksiko berkumpul di Wina, Austria tanpa mencapai kesepakatan apapun.

Hal yang sama terjadi saat Menteri Energi Venezuela Eulogio Del Pino melakukan tur ke ibukota negara penghasil minyak pada minggu pertama Februari 2016. Perjalanan dari Moscow hingga ke Riyadh ini pun tidak menghasilkan kesepakatan apapun.

Meskipun belum terjadi kesepakatan apapun, pasar menanggapi isu ini sebagai sentimen positif. Terbukti, pada perdagangan Jumat (12/2) harga WTI reli 12% setelah mencapai titik terendah sepanjang 2016 di hari sebelumnya. Lonjakan terbesar sejak 2009 ini juga dipicu oleh Uni Emirat Arab yang menyatakan OPEC dan negara non anggota akan melakukan komunikasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hafiyyan
Editor : Rustam Agus
Sumber : Bloomberg
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper