Bisnis.com, SURABAYA - PT Danareksa Investment Management (DIM) menyarankan nasabahnya agar meletakkan portofolio investasi berisiko seperti saham dan obligasi secara jangka panjang.
Hal ini dipengaruhi pandangan perseroan terhadap ekonomi global yang masih bergejolak.
Direktur Investasi Danareksa Investmen Management Marsangap P. Tamba mencontohkan faktor eksternal berupa perekonomian China yang fluktuatif. Hal ini mau atau tidak berdampak terhadap perekonomian Indonesia.
“Karena Indonesia sebagai negara yang arus modalnya terbuka dan menjadi bagian dari sistem finansial global,” ucapnya di sela acara tinjauan awal tahun DIM, di Surabaya, Rabu (3/2/2015).
Gejolak eksternal yang berkaitan dengan ekonomi global tidak bisa diabaikan.
Betapa tidak, imbuh Marsangap, obligasi pemerintah sebesar 30% dimiliki investor asing.
Investor saham juga bisa masuk dan keluar dari Tanah Air dengan leluasa.
Kendati aspek eksternal membuat fluktuasi harga saham dan obligasi meninggi, ini bukan satu-satunya pertimbangan.
Masih ada faktor internal alias yang berasal dari dalam negeri sendiri sebagai penyebab.
“Faktor eksternal bukan sesuatu yang dominan dan bikin outlook Indonesia negatif, ada domestik,” ucap dia.
Sejumlah kebijakan baik fiskal, moneter, termasuk sejumlah paket stimulus dinilai DIM mulai menggeliat. Sejalan dengan ini, Danareksa memproyeksikan perekonomian domestik masih mampu bertumbuh di level 5% - 5,2% sepanjang tahun ini.
Dari sisi fiskal, kebijakan penurunan harga bahan bakar minyak (BBM) ditambah pengalihan subsidinya ke sektor infrastruktur dinilai langkah yang bijak.
Pasalnya, sejalan dengan ini anggaran pembangunan infrastruktur jadi meningkat.
Di samping itu, aksi pemerintah pusat dan daerah mempercepat proses lelang berbagai proyek mengundang sentimen positif pebisnis.
Dengan cara ini anggaran pemerintah diharapkan terserap lebih cepat dan proyek bisa segera digarap.
Dari sisi stimulus, keluarnya sejumlah jilid paket kebijakan dinilai Marsangap mempermudah prospek investasi.
Belum lagi dengan adanya penurunan suku bunga Bank Indonesia dari sisi moneter.
Hal itu menunjukkan otoritas moneter turut mendorong perekonomian.
“Otoritas moneter melihat inflasi sudah membaik dan current account terjaga. Ini efeknya besar karena dengan bunga lebih murah, ekonomi bisa dipacu lebih cepat,” tuturnya.
Kendati demikian, imbuh Marsangap, dalam hal berinvestasi pada produk yang fluktuatif seperti saham, sama sekali tidak bisa mengabaikan faktor eksternal.
DMI mengimbau agar nasabah berhati-hati menyikapi kondisi eksternal.
“Reksadana saham maupun obligasi fluktuasinya tinggi. Bahaya kalau mengambil periode investasi yang pendek untuk aset berisiko. Kami rekomendasikan ambil jangka panjang,” kata Marsangap.