Bisnis.com, JAKARTA--Anjloknya harga minyak mentah dunia ke level US$30 per barel mencerminkan koreksi 38,5% year-on-year atau ambrol 72% sejak 2014, membuat utang dua emiten minyak dan gas 'lampu kuning'. Ini jawaban manajemen PT Energi Mega Persada Tbk. (ENRG) dan PT Indika Energy Tbk. (INDY).
Vice President and Senior Analyst Moody's Investor Service Singapore Pte. Ltd., Brian Grieser, menuturkan tujuh perusahaan eksplorasi dan produksi Migas di Asia Selatan dan Asia Tenggara dalam kajian potensi penurunan peringkat utang.
Dua di antara tujuh perusahaan tersebut adalah PT Pertamina (Persero) dan PT Energi Mega Persada Tbk. (ENRG). Peringkat utang jangka panjang ENRG berada pada B2 dan Pertamina pada Baa3.
Pada riset berbeda, Moody’s juga memasukkan peringkat tiga perusahaan tambang di Asia Selatan dan Asia Tenggara ke dalam kajian potensi penurunan peringkat utang. Salah satu perusahaan tambang itu adalah PT Indika Energy Tbk. (INDY), dan anak usahanya.
Presiden Direktur Indika Energy Wishnu Wardhana mengaku mengerti fokus Moody's berkaitan dengan perkembangan dan perubahan mendasar industri pertambangan dan komoditas. Hal itu menjadi dasar bagi Moody's untuk mengevaluasi peringkat kredit perusahaan yang berada dalam industri pertambangan dan komoditas.
"Kami di Indika Energy juga selalu melakukan review terhadap perkembangan industri serta pengaruhnya terhadap perusahaan," ungkapnya kepada Bisnis.com, Minggu (24/1/2016).
Menurutnya, selama periode tren penurunan industri komoditas, perhatian manajemen Indika Energy bakal bertumpu pada likuiditas serta langkah-langkah untuk menjaga arus kas.
Dia menilai, potensi penurunan kredit rating oleh Moody's belum tentu terjadi. Tetapi, Moody's baru melakukan review untuk menurunkan peringkat kredit perusahaan Migas dan pertambangan.
Moody's memiliki pandangan bahwa perlambatan pertumbuhan ekonomi China bakal terus menekan industri komoditas. "Indika akan menjaga arus kas dan juga akan melakukan pengembangan di dalam menekan biaya produksi dan operasional."
Investor Relation PT Energi Mega Persada Tbk. (ENRG) Reno Herwin Hidayat menilai penurunan harga minyak dunia dapat berdampak langsung terdahap melorotnya penjualan. Pasti, pendapatan perseroan juga bakal tergerus.
Menurutnya, Moody's melakukan review atas sejumlah perusahaan Migas, termasuk Energi Mega Persada. Review itu akan berlangsung 6-8 pekan, dan hasilnya akan berupa penegasan peringkat saat ini atau penurunan.
"Sampai saat ini, ENRG tidak pernah gagal bayar atas seluruh fasilitas pinjaman yang ada," katanya saat dimintai konfirmasi Bisnis.com, Senin (25/1/2016).
Dia menambahkan, strategi yang bisa dilakukan manajemen Energi Mega Persada adalah efisiensi biaya dan fokus ke gas yang memiliki harga domestik cenderung lebih stabil dari minyak saat ini.
Emiten berkode saham ENRG tersebut, sambungnya, telah melakukan sejumlah refinancing yang dapat menekan beban bunga pinjaman. Beban penyusutan perusahaan juga diharapkan menurun dengan diperpanjangnya kontrak blok ONWJ PSC di Laut Jawa.
Per kuartal III/2015, pinjaman jangka pendek ENRG mencapai US$115,88 juta darii akhir tahun sebelumnya US$148,29 juta. Pinjaman jangka panjang yang jatuh tempo tahun ini mencapai US$150,54 juta dari US$102,67 juta.
Sementara itu, pinjaman jangka panjang yang tersisa mencapai US$164,66 juta dari sebelumnya US$269,95 juta. Total liabilitas ENRG mencapai US$1,23 miliar dari sebelumnya US$1,32 miliar.
Adapun, utang bank jangka pendek INDY hingga 30 September 2015 mencapai US$177,63 juta dari akhr tahun sebelumnya US$86,24 juta. Pinjaman jangka panjang yang jatuh tempo setahun mencapai US$17,92 juta dari US$15,81 juta dan utang obligasi US$14,44 juta dari US$17,16 juta.
Utang jangka panjang INDY tersisa US$57,33 juta dari US$71,19 juta dan utang obligasi senilai US$772,54 juta dari US$767,83 juta. Total liabilitas Indika Energy mencapai US$1,44 miliar dari sebelumnya US$1,37 miliar.